Energi Baru~Nabatean
Beberapa tahun lalu, saya diajak oleh Pak Rustam Sumarna, owner dari Khalifah Tour untuk membantu beliau membimbing jemaah Umroh plus yang saat itu sedang sangat tinggi animonya. Banyak sekali keluarga-keluarga dari tanah air yang berangkat bersama untuk menunaikan ibadah umroh di bulan-bulan tertentu di tahun itu. Tampaknya faktor suhu dan cuaca yang bersahabat juga turut menentukan tingginya volume keberangkatan umroh saat itu.
Alhamdulillah saya jadi ikut mendapat rezeki dapat membantu membimbing ibadah dari para sahabat yang memang sudah bertekad kuat untuk berangkat. Tampaknya saat itu jumlah pembimbing juga masih sangat terbatas, karena banyaknya grup yang berangkat pada waktu yang hampir bersamaan.
Lebih beruntung lagi, di grup yang saya bimbing tandem bersama Ustadz kondang tanah air, Dr Wijayanto, yang juga dosen UGM Jogja, terdapat banyak tokoh tanah air yang memiliki latar belakang kepakaran yang keren-keren. Salah satunya adalah Dr Bambang yang saat itu tengah mengemban amanah sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Intensitas interaksi kami selama waktu pelaksanaan ibadah umroh dan ziarah kami di Saudi membuahkan banyak hikmah bagi saya. Dari beliau saya banyak belajar tentang pernak-pernik geologi, minyak bumi dan energi fosil pada umumnya, ekonomi energi, situasi geopolitik terkait energi, perkembangan riset terkini di bidang energi, dan banyak hal lainnya yang saya jadikan kesempatan ber- iqro selama di tanah suci.
Bekal ilmu dari hasil chit-chat ringan dengan Dr Bambang itu ternyata menjadi modal yang sangat berarti di kemudian hari. Setidaknya saya jadi sedikit lebih dapat memahami saat dalam berbagai perjalanan ke suatu daerah diajak berbincang atau berdiskusi terkait kondisi geologi ataupun masalah energi terkini.
Saya tak pernah menyangka bahwa dalam suatu perjalanan wisata edukasi ke Madain Shaleh, situs warisan Nabatean di dekat Al Ula, Arab Saudi, akan membawa saya ke dalam diskusi mendalam tentang masa depan energi dunia. Madain Shaleh, yang juga disebut Al-Hijr, dulunya dihuni oleh kaum Tsamud dan kemudian menjadi bagian dari rute dagang bangsa Nabatean.
Peninggalan arkeologis di situs-situs tersebut amat menakjubkan; ukiran-ukiran batu, makam-makam megah, dan sisa-sisa pahatan yang memperlihatkan keahlian arsitektur tinggi pada masanya. Nah di sela-sela panorama gurun dan tebing batu merah, saya berjumpa dengan seorang ahli perminyakan asal Saudi. Biasalah, obrolan Bapak’s-Bapak’s sembari ngopi. Karena kini di Al Ula ada beberapa tempat ngopi out door yang punya view dan ambience yang eksotis. Salah satunya Shalal Cafe.
Diskusi kami yang terstimulasi kafein dari qahwa kental yang legit, melompat-lompat seperti elektron yang tereksitasi; mulai dari kisah kuno peradaban Nabatean, sejarah geologi, hingga lapangan minyak bumi dan gas alam di sekitar Teluk Persia. Dan tak lupa, kami membahas energi baru seperti reaktor modular kecil (SMR) dan hidrogen hijau, pilihan alternatif yang kian dibutuhkan di tengah menipisnya cadangan bahan bakar fosil.
Sebelum kami berbicara ihwal menipisnya cadangan minyak bumi dalam konteks dan perspektif ekonomi energi secara lebih lanjut, sang ahli perminyakan menjelaskan latar belakang geologi kawasan Timur Tengah.
Sejak era Paleozoikum hingga Mesozoikum, pergeseran lempeng tektonik dan perubahan muka air laut telah membentuk cekungan sedimentasi yang kini dikenal kaya akan hidrokarbon. Lapisan-lapisan batuan sedimen tersebut, yang terbentuk dari sisa-sisa organisme laut purba, terakumulasi selama jutaan tahun. Seiring waktu, suhu dan tekanan dalam kerak Bumi mengubah sisa-sisa organik itu menjadi minyak bumi dan gas alam. Kawasan Teluk Persia adalah salah satu daerah “supergiant field” dengan cadangan minyak konvensional terbesar di dunia.
> “Inilah sebabnya,” tutur rekan diskusi saya, “mengapa Arab Saudi, Irak, Iran, dan negara-negara Teluk lainnya dapat mengandalkan minyak dan gas untuk menopang perekonomian mereka selama beberapa dekade terakhir.”
Di sisi lain, wilayah Madain Shaleh yang kami kunjungi juga tak lepas dari proses geologi panjang. Kondisi batuan keras di daerah ini tersusun atas batu pasir dan batuan sedimen lain yang terkikis angin dan air ribuan tahun lamanya. Sejarah peradaban di kawasan ini pun tak kalah menarik: kaum Tsamud (yang disebut dalam teks sejarah) dan bangsa Nabatean (yang juga membangun Petra di Yordania) pernah memanfaatkan lokasi ini sebagai pusat perniagaan rempah dan kemenyan. Peninggalan arkeologi di Madain Shaleh, termasuk makam batu besar dan ukiran khas, menjadi saksi kejayaan rute dagang di masa lampau.
Di tengah hamparan gurun, diskusi kami beralih ke topik utama; cadangan bahan bakar berbasis fosil, seperti minyak bumi dan gas alam, yang makin hari kian menipis. Rekan saya menunjukkan data eksploitasi minyak terkini yang mencerminkan peningkatan permintaan dan konsumsi. “Anda tahu,” ujarnya, “menurut laporan BP Statistical Review of World Energy 2023, masih ada cadangan yang cukup besar, tetapi tingkat eksploitasi berlangsung cepat karena permintaan global terus naik.”
Secara global, data permintaan listrik saja telah mencapai 25.000–28.000 TWh per tahun, dengan pertumbuhan tahunan 2–3% (International Energy Agency, World Energy Outlook 2022). Kendati listrik tidak hanya dihasilkan dari minyak, dominasi energi fosil, termasuk batu bara, minyak, dan gas,masih kuat pada bauran energi dunia; Batu bara: ±35–36%, Gas alam: ±23–24%, Tenaga air (hidro): ±16%, Tenaga nuklir (reaktor konvensional): ±10%, dan energi terbarukan lain (angin, surya, biomassa, panas bumi): ±11–12%.
Prosentase tersebut menunjukkan betapa bahan bakar fosil masih menjadi tulang punggung pembangkit listrik global. Para analis energi memperingatkan bahwa, seiring menurunnya cadangan dan meningkatnya kesadaran akan dampak lingkungan, perlu ada diversifikasi menuju energi lebih bersih.
Sebagai seorang penggemar arkeologi amatir, saya amat mengagumi relief-relief di Madain Shaleh. Bangsa Nabatean yang pernah memusatkan kebudayaan di Petra, Yordania, meluaskan pengaruhnya hingga Al-Hijr. Mereka dikenal ahli dalam teknik pengairan (membangun saluran air dan waduk) untuk mendukung kehidupan di daerah tandus. Lebih kuno lagi, kaum Tsamud dikisahkan pernah bermukim di lembah batu terjal ini. Banyak peninggalan tulisan paku dan pahatan batu yang menunjuk pada peradaban lebih tua dengan metode pertanian sederhana. Sementara itu, lokasi strategis Madain Shaleh di jalur perdagangan mendorong interaksi budaya dari berbagai wilayah di Semenanjung Arab.
Sejak ditetapkan sebagai salah satu Situs Warisan Dunia oleh UNESCO, Madain Shaleh menjadi magnet wisata sejarah dan geologi. Guratan-guratan pahatan di batu merah kecokelatan adalah bukti perpaduan unik antara geologi alam dan tangan kreatif manusia purba.
Usai menelusuri situs arkeologi, diskusi kami berlanjut di bawah bayang-bayang formasi batuan spektakuler. “Negeri kami,” kata sang ahli, “sudah lama bergantung pada ekspor minyak. Namun, kita tak bisa selamanya mengandalkan fosil. Ini saatnya memikirkan teknologi energi baru.” Ia merujuk pada dokumen dan makalah ilmiah yang kerap dibahas di kalangan akademisi Saudi dan internasional.
Sebenarnya, upaya mendorong energi terbarukan sudah berlangsung. Data terbaru menunjukkan kapasitas energi surya (PV) dan angin tumbuh dua digit persen setiap tahunnya (REN21, Renewables 2023 Global Status Report). Meskipun masih relatif kecil dibanding fosil, laju peningkatan energi terbarukan adalah yang paling signifikan. Selain surya dan angin, area Teluk juga mulai melirik hidrogen hijau, diproduksi melalui elektrolisis air bertenaga surya atau angin, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar industri dan transportasi.
Ketika menyinggung opsi nuklir, saya menyebut tentang teknologi Small Modular Reactor (SMR) yang selama ini menjadi topik hangat di berbagai konferensi. SMR didefinisikan sebagai reaktor nuklir berdaya hingga 300 Megawatt listrik (MWe) yang dapat menghasilkan sekitar 7,2 juta kWh per hari, sementara reaktor nuklir besar berdaya di atas 1.000 MWe mampu mencapai 24 juta kWh per hari.
SMR menawarkan beberapa karakteristik menonjol seperti ukuran dan dimensi kompak, di mana kapasitas terpasang dapat menghasilkan energi listrik hingga 300 MWe, cocok untuk daerah terpencil atau kebutuhan industri tertentu.
SMR dilengkapi dengan fitur keselamatan pasif, berupa sistem pendingin yang bekerja otomatis tanpa campur tangan operator jika terjadi gangguan.
Pengembangan dan konstruksi SMR relatif praktis karena bersifat modularitas, di mana komponen diproduksi di pabrik lalu dikirim ke lokasi, hingga dapat mempersingkat waktu konstruksi. Berbagai keunggulan inilah yang, menurut banyak ahli, menjadikan SMR berpotensi menjadi pilihan logis di masa depan (IAEA, 202x; DOE (AS), 202x).
Hanya saja SMR yang masih menggunakan teknologi fisi harus menyiapkan rantai pasok Uranium yang sudah diperkaya. Dimana Uranium alam mengandung ±99,3% U-238 dan hanya 0,7% U-235. Pengayaan diperlukan agar kandungan U-235 meningkat (biasanya 3–5% untuk reaktor sipil).Metode yang jamak digunakan untuk memperkaya uranium antara lain adalah; Gaseous Diffusion, yang memanfaatkan perbedaan kecepatan difusi uranium heksafluorida.
Bisa juga proses pengayaan dilakukan dengan metoda Gas Centrifuge, di mana isotop U-235 yang lebih ringan terkonsentrasi di pusat tabung centrifuge, hingga U-238 yang lebih berat terlempar ke dinding.
Selain SMR, saya dan rekan diskusi juga menyoroti beberapa inovasi energi baru yang bikin kami penasaran, seperti; teknologi fusi nuklir, yang meski masih dalam tahap penelitian (mis. Proyek ITER), punya potensi sangat menjanjikan sebagai sumber energi bersih yang melimpah, meski memang saat ini belum siap untuk diproduksi komersial. Lalu ada pula teknologi Green Hidrogen yang dihasilkan dari elektrolisis bertenaga energi terbarukan. Energi ini potensial sebagai bahan bakar transportasi, penyimpanan energi jangka panjang, dan bahan baku industri.
Efisiensi energi saat ini juga dapat dilakukan dengan mengoptimalman teknologi baterai & sistem penyimpanan energi, yang berperan dalam menjaga stabilitas grid (grid stabilization), terutama dengan makin banyaknya pembangkit surya dan angin yang sifatnya intermiten.
Sebagian analis memprediksi bahwa jika berbagai inovasi ini, termasuk SMR, teknologi hidrogen, dan penyimpanan energi, dapat berkontribusi 5–10% dari total kapasitas global dalam satu atau dua dekade ke depan, itu sudah merupakan lompatan besar (Sioshansi, 2013; Tester et al., 2012; Sorensen, 2017).
Menutup pembicaraan, kami berdua sepakat bahwa diversifikasi energi adalah jalan terbaik bagi dunia. Kebergantungan berlebihan pada minyak bumi dan gas alam lambat laun akan menimbulkan krisis energi. Seperti halnya peradaban Nabatean yang kian meredup ketika jalur dagang bergeser, demikian pula dengan bangsa-bangsa modern apabila gagal beradaptasi pada perubahan iklim dan tren konsumsi energi. Peningkatan permintaan global, terutama sektor listrik, semestinya wajib disokong oleh berbagai sumber berkelanjutan. Mulai dari pemanfaatan surya, angin, biomassa, hingga teknologi nuklir yang lebih canggih seperti SMR dan kelak fusi nuklir.
Di Madain Shaleh, jejak masa silam berpadu dengan visi masa depan. Sisa-sisa peradaban Nabatean seolah mengingatkan kita bahwa perubahan adalah keniscayaan. Setelah melewati jejak batuan fosil dan meresapi sejarah geologis Timur Tengah, kami berdua pun meyakini bahwa sains dan teknologi harus menjadi panglima. Dengan perencanaan matang, serta kebijakan dan pendanaan riset yang tepat, energi bersih dapat menjadi pilar utama dunia, meninggalkan jejak keberlanjutan bagi generasi mendatang.
Bacaan Sambil Mager
IAEA (202x). Laporan SMR dan teknologi nuklir.
DOE (AS) (202x). Teknologi pengayaan uranium dan desain reaktor modular kecil.
Sorensen, B. (2017). Renewable Energy: Physics, Engineering, Environmental Impacts, Economics & Planning (5th ed.). Academic Press.
Tester, J. W., Drake, E. M., Driscoll, M. J., Golay, M. W., & Peters, W. A. (2012). Sustainable Energy: Choosing Among Options (2nd ed.). The MIT Press.
Sioshansi, F. P. (Ed.). (2013). Evolution of Global Electricity Markets: New paradigms, new challenges, new approaches. Academic Press.
International Energy Agency (2022). World Energy Outlook 2022.
BP (2023). Statistical Review of World Energy 2023.
REN21 (2023). Renewables 2023 Global Status Report.