Tauhid Nur Azhar

Ghibli dan Bali

Beberapa hari yang lalu senior saya di FK Undip, sekaligus panutan dan mentor yang amat inspiratif, yang juga saat ini menjabat sebagai salah satu direksi BUMN holding farmasi Indonesia, Mbak Teki, mengunggah fotonya saat bersama tim tengah bersantap di satu warung unik yang berlokasi di Tanjung Benoa. Warung Batan Bekul, demikian namanya. Menunya tentu seafood segar langsung dari nelayan yang mungkin area fishing ground nya pun tak jauh dari pantai di dekat warung tersebut. Udang suna cekuh, sup kepala ikan, Ikan Kakatua bakar polos, pepes ikan bakar, plecing kangkung, mixed seafood platter ala Bomba, sampai kerang bakar ala Jimbaran menjadi menu andalan warung yang satu ini.

Sekedar informasi saja, semua sajian hidangan laut di warung yang mengambil nama dari pohon endemik Badung, Bekul atau Bidara yang dalam taksonomi dikenal sebagai Ziziphus mauritiana,
enak dan segar semua. Seng ada lawan Kaka, demikian jika saudara-saudara kita orang Ambon manise makang di sana.

Meski kalau kita pigi Ambon, lain lagi kita punya cerita, karena kita akan berhadapan dengan ikan asar yang dicocol sambal Colo-Colo dan disuap dengan nasi kelapa Hitu yang akan membuat tubuhmu berkeringat dan sepakan rasa rempahnya akan selalu kau ingat. Seingat kenanganmu akan kopi Rarobang yang nendang, yang diseruput sambil mendengar Om Minggus berdendang. Mantap jiwa Kaka.

Laut Maluku dan segenap sumberdayanya memang sangat luar biasa. Sepelemparan batu saja dari Ambon, kita sudah dapat jumpa dengan pantai Liang yang cantiknya sangat mempesona. Belum lagi pantai-pantai di pulau Seram, dan pulau-pulau cantik lainnya di seluruh negeri Hitu.

Saking bagusnya ekosistem laut di perairan Maluku, dan tingginya biodiversitas yang menjadi bagian dari rantai makanan, pemerintah Norwegia sampai merasa perlu melakukan kerjasama strategis dengan Univeritas Pattimura Ambon untuk mengembangkan proses budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer) alias Baramundi.

Kembali ke Tanjung Benoa, saya yang pernah mengajak anak dan istri berlibur cukup lama di sana, tetiba teringat tentang ikan Tuna. Di daerah teluk Benoa, terdapat suatu kawasan yang dapat terlihat dari tepi jalan tol Bali Mandara, yang merupakan salah satu sentra industri perikanan Indonesia, khususnya Tuna.

Sekedar informasi, pada tahun 2023, produksi tuna Indonesia mencapai 1,5 juta ton, dengan nilai ekspor sebesar Rp14,8 triliun. Indonesia berkontribusi sekitar 19,1% dari pasokan tuna dunia, menjadikannya salah satu produsen utama secara global.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), telah meluncurkan Strategi Pemanfaatan Perikanan Tuna Tropis (Indonesia Tropical Tuna Harvest Strategy) untuk memastikan pengelolaan perikanan tuna yang berkelanjutan. Selain itu, KKP juga telah mendorong industri perikanan tuna untuk mendapatkan sertifikasi dari Marine Stewardship Council (MSC) guna meningkatkan daya saing di pasar internasional dan memastikan praktik penangkapan yang bertanggung jawab.

Khusus di Bali, karena kita sedang bercerita tentang Benoa, Tanjung Benoa, dan Mbak Teki yang tengah bersuka cita karena bisa menemukan citarasa istimewa dari pepes ikan bakar di Batan Bekul yang benar-benar istimewa, produksi tuna di Bali pada tahun 2022 mencapai 27.037 ton, sedikit menurun dibandingkan 32.511 ton pada tahun 2021. Penurunan ini sebagian disebabkan oleh tingginya harga bahan bakar yang mempengaruhi frekuensi melaut kapal penangkap ikan.

Meski demikian nilai ekspor produk perikanan Bali mencapai Rp 1,9 triliun, meningkat dibanding tahun 2021 sebesar Rp 1,8 triliun. Dari total tersebut, tuna menyumbang sekitar Rp 1,2 triliun, menunjukkan peran dominannya dalam ekspor perikanan Bali. Menurut data dari Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Bali, produksi tuna sirip biru (Thunnus maccoyii) di Pelabuhan Benoa mencapai rata-rata 1.000 ton per tahun, menjadikannya yang terbesar di Indonesia.

Pelabuhan Benoa pun menjadi basis bagi sekitar 762 unit kapal penangkap ikan, dengan produksi tuna, tongkol, dan cakalang pada tahun 2021 mencapai hampir 52.000 ton. Di sektor hilir, terdapat 75 unit pengolahan ikan berskala menengah hingga besar yang beroperasi, mendukung proses pengolahan dan ekspor produk perikanan. Suasana dan profil pelabuhan samudera serupa dapat kita jumpai di Bitung, Sulawesi Utara.

Sepengetahuan saya sebagian komoditas ikan tuna itu berakhir di Jepang. Menjadi sashimi dan sushi setelah sebelumnya ditawar melalui serangkaian proses negosiasi di pasar ikan Tsukiji. Jepang memang sudah sejal lama menjadi negara pengimpor komoditas perikanan dan produk laut lainnya dari Indonesia.

Data menunjukkan bahwa pada periode Januari–November 2022 saja nilai ekspor produk perikanan Indonesia secara global mencapai USD 5,71 miliar. Dimana dari jumlah tersebut, Jepang merupakan salah satu negara tujuan utama, dengan nilai ekspor sebesar USD 678,13 juta, yang mencakup 11,89% dari total nilai ekspor perikanan Indonesia.

Komoditas utama yang diekspor ke Jepang antara lain adalah udang. Dimana udang sebagai komoditas ekspor telah menghasilkan nilai ekonomi sebesar USD 1,997 miliar pada periode Januari–November 2022. Meskipun data spesifik untuk Jepang tidak disebutkan, negara ini termasuk di antara tujuan utama ekspor udang Indonesia.

Komoditas ekspor dari produk laut lainnya, antara lain adalah tuna, cakalang, dan tongkol. Nilai ekspor untuk kelompok komoditas ini mencapai USD 865,73 juta pada periode yang sama, dengan Jepang sebagai salah satu pasar utama. Dengan nilai ekspor sebesar USD 657,71 juta, Jepang menjadi salah satu negara tujuan ekspor untuk komoditas laut berupa keluarga cumi, sotong, dan gurita. Suatu angka-angka yang nampak menjanjikan dan luar biasa bukan?

Kenapa dari Benoa dan tuna tetiba saya jadi banyak nyerempet Jepangnya? Tak lain dan tak bukan, karena selain ngepoin IG Mbak Teki, saya juga melihat-lihat IG sahabat saya yang mantan dekan di Bank Indonesia Institute, Pak Janu. Dimana belum lama ini, Pak Janu dan Aya anaknya yang berkuliah di fakultas psikologi, juga baru bermuhibah ke sana.

IG Pak Janu membuka kenangan lama, bagi saya setengah hari di Kyoto adalah suatu langkah kembara yang mampu membolak-balik masa. Andai saat itu saya bisa hadir bersama Pak Janu dan Aya, mereka akan saya ajak mengikuti irama dari birama selera saya. Selera dan gusta terhadap kota, yang tak hanya tua, melainkan juga punya banyak kisah drama yang tersimpan rapi, hampir di setiap balik tatami.

Pagi hari di Kyoto bagi saya selalu dimulai dengan semilir angin sejuk yang membawa aroma teh hijau Hojicha yang dipanggang dan dedaunan basah di awal musim sepi yang dingin. Lalu saya akan mengajak bapak dan anak ini memulai perjalanan singkat hari ini, dimulai dari Kuil Fushimi Inari Taisha, tempat ribuan gerbang torii berwarna oranye terang berbaris rapi membentuk lorong magis. Kita bisa berjalan di bawah gerbang ini, mendaki perlahan sambil menikmati suasana damai khas Kyoto, dan jangan lupa, di sepanjang jalan banyak kios kecil yang menjual makanan ringan seperti mochi dan dango yang setia menanti untuk menjadi sarapan pagi.

Dari Fushimi Inari, kami lanjutkan perjalanan ke Kuil Kiyomizudera, yang hanya sepelemparan batu saja, terutama di negara dengan fasilitas transportasi publik terbaik ini. Kuil yang kami datangi menawarkan pemandangan indah kota Kyoto di musim semi. Pepohonan sakura yang bermekaran menjadi latar yang tak terlupakan, seolah mengundang kami untuk mencicipi sensasi hanami. Sebelum turun, mampirlah ke jalan Sannenzaka yang penuh toko-toko kecil menjual kerajinan tangan, pernak-pernik, dan camilan tradisional seperti yatsuhashi. Manjakanlah diri, jajanlah sesekali.

Siang hari tiba, saatnya luangkan waktu untuk menikmati makan siang di sekitar Distrik Gion, kawasan geisha yang penuh pesona. Pilihlah restoran kecil dengan menu kaiseki, sajian tradisional Jepang yang disajikan dengan keindahan estetika. Jika beruntung, Pak Janu dan Aya mungkin bahkan bisa melihat maiko (calon geisha) melintas cepat di gang-gang sempitnya.

Sebagai penutup perjalanan, sambil menjemput senja dengan semilir angin yang semakin membekukan, kunjungi Taman Bambu Arashiyama, tempat kita dapat berjalan di antara batang-batang bambu menjulang tinggi. Suara dedaunan yang tertiup angin menciptakan melodi alami yang menenangkan. Seperti lantunan sendu tembang instrumental yang dimainkan Kitaro sang legenda pengorkestrasi nada-nada jiwa. Diiringi Silk Road nya Kitaro dengan suara latar koto, biwa dan shamisen, kita akhiri perjalanan hari ini di jembatan Togetsukyo, simbol Arashiyama dengan pemandangan sungai dan gunung yang cocok sebagai pengantar kita merenung.

Entah mengapa, dengan perjalanan sejarah yang penuh dinamika, bahkan sejak abad ke 17 di pulau Banda, hubungan Jepang dan Indonesia memang bagai saudara. Sebanyak 429.400 wisatawan Indonesia mengunjungi Jepang pada tahun 2023, rekor tertinggi dan meningkat 4,02% dibandingkan dengan 412.779 kunjungan pada tahun 2019 sebelum pandemi.

Bahkan di tahun ini, dari Januari sampai September, tercatat 350.600 wisatawan Indonesia berkunjung ke Jepang, meningkat 23,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Data pemerintah Jepang dan pelaku bisnis wisata menunjukkan bahwa pada tahun 2023, wisatawan Indonesia menghabiskan total 85,2 miliar yen (sekitar Rp 9 triliun) selama kunjungan mereka ke Jepang, meningkat 58% dibandingkan dengan 53,9 miliar yen (sekitar Rp5,7 triliun) pada tahun 2019.

Japan National Tourism Organization (JNTO) mencatat orang Indonesia menghabiskan hingga 85,2 miliar yen saat berwisata ke Jepang sepanjang tahun 2023.

Sementara Indonesia sendiri mencatat telah menerima sekitar 10,7 juta kunjungan wisman per September 2024. Dimana rata-rata tinggal para wisatawan mancanegara tersebut adalah 9,73 hari. Sedangkan rata-rata pengeluaran wisman per kunjungan mencapai USD 1.625,36 (sekitar Rp 26,4 juta dengan asumsi kurs Rp 16.244 per USD). Pengeluaran terbesar adalah untuk akomodasi/penginapan, dengan rata-rata USD 676,95 (Rp 11 juta) atau 41,65% dari total biaya per kunjungan. Belum sebesar belanja kita saat jalan-jalan di Jepang ya?

Tapi tidak apa, selain Jepang butuh tuna, udang, kelapa sawit, dan batubara dari kita, ternyata meski banyak orang kita berwisata ke sana, neraca perdagangan Jepang-Indonesia itu masih surplus di Indonesia loh.

Pada periode Januari hingga Oktober 2023, total nilai perdagangan antara Indonesia dan Jepang mencapai USD 31,4 miliar, mengalami penurunan sebesar 9,57% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2022. Nilai ekspor Indonesia ke Jepang sebesar USD 17,4 miliar (Januari–Oktober 2023), memang menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun 2022. Tapi secara global, pasca pandemi semua negara terpengaruh secara signifikan.

Sementara nilai impor Indonesia dari Jepang adalah USD 13,9 miliar (Januari–Oktober 2023), menurun juga dibanding periode yang sama pada tahun 2022. Dengan demikian Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan Jepang sebesar USD 3,5 miliar pada periode Januari–Oktober 2023.

Total perdagangan Indonesia – Jepang mencapai USD 32,49 miliar, pada 2023, sebuah trend yang baik tentu saja. Meskipun demikian, surplus dan peningkatan nilai total perdagangan bukanlah jaminan bahwa kita berada dalam posisi yang diuntungkan. Masih ada instrumen lain, yaitu investasi melalui skema penanaman modal asing.

Menurut data Kementerian Investasi/BKPM, pada Triwulan II tahun 2024, Jepang menempati posisi ketiga sebagai negara asal investasi terbesar di Indonesia, dengan total investasi sebesar USD 1,1 miliar. Sementara data terdahulu menunjukkan bahwa antara tahun 2019 hingga 2023, total investasi Jepang di Indonesia mencapai sekitar USD 18,3 miliar.

Pada kuartal II tahun 2024, Jepang menjadi investor terbesar ketujuh di Indonesia dengan nilai investasi sebesar USD 817 juta, dimana sektor-sektor utama yang menjadi fokus investasi Jepang meliputi; energi, termasuk investasi dalam proyek-proyek energi terbarukan dan infrastruktur energi. Lalu ada sektor klasik, otomotif, dimana Jepang telah lama berinvestasi dalam industri otomotif Indonesia, dengan perusahaan seperti Toyota dan Mitsubishi yang memiliki komitmen investasi signifikan. Dan saat ini juga mulai merambah sektor properti, termasuk pengembangan perumahan, kawasan industri, dan perkantoran. Juga hotel, salah satu hotel di kawasan industri Bekasi (Nuanza) yang pernah saya kunjungi dibangun dengan standar dan preferensi yang menurut saya Jepang sekali.

Investasi luar negeri, termasuk yang dilakukan di Indonesia, memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian Jepang melalui pendapatan dividen dan keuntungan, dimana perusahaan Jepang yang beroperasi di luar negeri mengirimkan kembali keuntungan dan dividen ke Jepang, yang kemudian dikenakan pajak oleh pemerintah.

Aktivitas perusahaan Jepang di luar negeri jual berkorelasi dengan peningkatan ekspor barang modal dan teknologi, dimana investasi di luar negeri seringkali meningkatkan permintaan terhadap barang modal dan teknologi dari Jepang, yang mendorong pertumbuhan sektor manufaktur dan ekspor.

Pemerintah Jepang juga mengelola dana yang berasal dari luar negeri melalui beberapa mekanisme fiskal, antara lain, sistem perpajakan, dimana pendapatan yang diperoleh perusahaan Jepang dari investasi luar negeri dikenakan pajak penghasilan. Selain itu untuk membiayai kebutuhan anggaran, pemerintah Jepang menerbitkan obligasi yang dapat dibeli oleh investor domestik maupun internasional. Kementerian Keuangan Jepang juga mengatur alokasi sumber daya dalam perekonomian, mempengaruhi distribusi pendapatan dan kekayaan di antara warga, menstabilkan tingkat kegiatan ekonomi, dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.

Melalui berbagai mekanisme inilah, pemerintah Jepang memastikan bahwa aliran dana dari investasi luar negeri dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Jadi sedikit lebih paham ya, mengapa ada banyak tarik ulur kepentingan dalam berbagai kebijakan terkait pelayanan publik seperti transportasi ya? Tak dapat dipungkiri, dengan sekitar 280 juta penduduk dan berbagai potensi sumber daya serta kewilayahan yang sedemikian luar biasa, Indonesia adalah target ideal bagi banyak kepentingan, termasuk bisnis seperti otomotif dan yang sebangsanya bukan?

Mengapa demikian? Karena setiap negara harus punya cara untuk memberikan kesejahteraan bagi bangsanya. Dan tak semua negara dikaruniai keberlimpahan sumber daya sebagaimana yang ada di kepulauan Nusantara.

Sebagai contoh, pada tahun fiskal 2021, pemerintah Jepang mengalokasikan anggaran untuk jaminan sosial mencapai sekitar 35,8 triliun yen, dan itu mencakup sekitar 34% dari total pengeluaran pemerintah. Di balik kebijakan itu, jarang kita ketahui bahwa Jepang memiliki tingkat utang publik yang signifikan. Menurut data terbaru, utang pemerintah pusat Jepang mencapai sekitar 1.200 triliun yen, dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 264%. Itu artinya dengan populasi sekitar 125 juta jiwa, utang pemerintah per kapita diperkirakan sekitar 9,6 juta yen. Alias setiap orang Jepang menanggung hutang sekitar 1 milyar rupiah perkepala. Perhitungan ini didasarkan pada total utang pemerintah dibagi dengan jumlah penduduk.

Tapi memang kebijakan tersebut ditujukan untuk menghadirkan jaminan bagi segenap warga negaranya agar bisa mendapatkan akses yang terbaik pada fasilitas pelayanan publik, layanan kesehatan, dan pendidikan. Ada alokasi khusus untuk jaminan kesehatan nasional, dana pensiun nasional, tunjangan pengangguran, tunjangan kehamilan, sampai dana perawatan kelompok masyarakat usia lanjut.

Membangun sistem berbasis pada upaya mengarusutamakan kesejahteraan rakyat memang sangat kompleks prosesnya. Ada beban biaya dalam konteks belanja negara yang harus memadai dalam mencatudayai layanan publik dan pemberian aneka jaminan bagi warga negara yang secara undang-undang memang wajib dilindungi.

Jadi marilah kita bersama sadari, bahwa Jepang tak semuanya seindah karya Ghibli, dan Indonesia juga tak semua secantik Bali. Ada banyak hal yang tanpa kita sadari, bekerja dalam sunyi untuk menghadirkan apa yang dapat kita nikmati saat ini. Dan karena berpikir itu banyak menguras energi, mendadak saya jadi lapar sekali.

Kita kembali mencari Mbak Teki, mungkin masih ada sedikit ikan bakar dan pepes yang tersisa di antara yang tadi tersaji di Batan Bekul. Lalu dengan bermodal sepiring nasi, kita nikmati ikan bakar dengan pepes khas bumbu Bali. Base Genep yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, lengkuas, cabai, kencur, kunyit, jahe, kemiri, ketumbar, jeruk, kapulaga, dan kelapa, dan Ragi Genep, bumbu khas Sasak Nusa Tenggara Barat, yang terdiri dari ; jinten hitam, jinten putih, adas manis, kayu putih, kayu manis, pala, merica, kapulaga, cabai tandan, ketumbar, saffarwantu, sidowayah, cengkeh, dan lada hitam.

Coba kita bayangkan, lalu syukuri, dimanakah di belahan dunia ini yang dalam masakannya ada kombinasi belasan bumbu seperti itu?

Hanya ada di negeri kaya keragaman hayati dan limpahan cahaya matahari tentu saja. INDONESIA.

Jika bumbu adalah andalan Bali dan Indonesia, lalu apa saja andalan Jepang yang mendunia, salah satunya GHIBLI tentu saja. Studio Ghibli adalah sebuah studio animasi Jepang legendaris yang didirikan pada tahun 1985 oleh dua maestro animasi, Hayao Miyazaki dan Isao Takahata, bersama produser Toshio Suzuki.

Studio ini dikenal dunia karena karya-karyanya yang memadukan cerita mendalam, visual yang memukau, dan sentuhan budaya Jepang yang kuat.

Film-filmnya, seperti My Neighbor Totoro (1988), dan Spirited Away (2001), yang memenangkan Oscar untuk Film Animasi Terbaik, juga Princess Mononoke (1997) yang legendaris kharismatis; menggambarkan tema-tema universal seperti hubungan manusia dengan alam, perjuangan anak manusia, dan nilai-nilai keluarga yang dipenuhi dengan kehangatan cinta.

Ghibli juga terkenal dengan pendekatan animasinya yang detail, dengan lebih banyak menggunakan gambar tangan dibandingkan teknologi digital. Studio ini terus menjadi ikon budaya global, dengan Museum Ghibli di Mitaka, Tokyo, menjadi destinasi populer bagi penggemar di seluruh dunia.

Kapan ya Totoro liburan di pantai Jerman Bali?

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts