Tauhid Nur Azhar

Selamat Datang Era Baru Negara Kita

Perjalanan kita sebagai sebuah bangsa hari ini memasuki satu lagi fase baru yang istimewa. Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang dilahirkan dari sistem demokrasi yang mengakomodir kehendak rakyat banyak akan dilantik.

Dalam majelis yang merepresentasikan kedaulatan rakyat, dwi tunggal pemimpin bangsa ini akan disumpah dan secara resmi diamanahi untuk menjadi nakhoda eksekutif, sekaligus kepala negara yang menjadi kemuncak dari segenap tata kelola dan organisasi dari sebuah negara yang kerap disebut sebagai imagined communities_l.

Istilah ini sendiri diperkenalkan oleh Benedict Anderson (Ben Anderson) dalam bukunya yang berjudul Imagined Communities (1983).
Intinya, Ben dalam buku itu berasumsi bahwa negara adalah sebuah komunitas yang dibayangkan (imagined) karena beberapa alasan berikut, anggota atau warganya tidak saling mengenal, hingga mustahil bagi setiap warga negara untuk mengenal semua anggota komunitasnya secara personal. Kita hidup berdampingan dengan jutaan orang lain yang tidak kita kenal, namun kita merasa terhubung sebagai bagian dari bangsa yang sama.

Masih menurut Ben dalam Imagined Communities setiap negara memiliki batasan teritorial dan keanggotaan yang ditentukan oleh hukum dan identitas nasional. Meskipun demikian, batasan ini bersifat abstrak dan dapat berubah seiring waktu. Negara juga dianggap memiliki kedaulatan atas wilayah dan penduduknya. Konsep kedaulatan ini juga merupakan konstruksi sosial yang disepakati bersama.

Bagaimana sebuah komunitas yang “dibayangkan” ini bisa terbentuk?
Ben berpendapat bahwa beberapa faktor berperan penting dalam membentuk imagined community, antara lain, oleh karena adanya kemunculan media dan alat komunikasi yang oleh Ben (sesuai masanya) disebut regim printing capital, di mana perkembangan teknologi cetak memungkinkan produksi massal buku, koran, dan media lainnya. Ini memfasilitasi penyebaran bahasa nasional dan narasi bersama yang membentuk identitas nasional. Di zaman terdahulu kondisi ini diwakili oleh keberadaan tablet seperti Rosetta stone, code Hammurabi, naskah dan manuskrip di kulit kayu atau kulit hewan, dan berbagai media komunikasi yang berkembang di berbagai peradaban sesuai dengan zamannya.

Masih menurut Ben dalam Imagined Communitiesnya, bahasa nasional dapat menjadi media komunikasi dan pemersatu antar anggota komunitas yang beragam. Demika pula sistem pendidikan nasional yang mengajarkan sejarah, budaya, dan nilai-nilai bersama, dapat memperkuat rasa kebangsaan.

Pada gilirannya, keberadaan bendera, lagu kebangsaan, dan lambang negara menjadi representasi visual dari identitas nasional.

Jika kita menilik apa yang kita rasakan sebagai sebuah bangsa, apa yang sebenarnya membuat kita menjadi Indonesia ?

Dalam konteks imagined communities, kita merasa sebagai bagian dari bangsa Indonesia meskipun tidak saling mengenal dengan sesama warga dari 17.000 pulau dengan 270 juta lebih orang di dalamnya bukan ? Tapi kita tahu dan merasa bahwa kita adalah sesama bangsa Indonesia, antara lain karena kita memiliki bahasa nasional, bendera, lagu kebangsaan, dan lambang negara yang sama.
Kita pun merayakan hari kemerdekaan bersama dan memiliki narasi sejarah yang sama tentang perjuangan bangsa. Kita punya cerita dan persepsi tentang sebuah bangsa yang diimpikan dan antara lain dibumikan melalui batasan realitas yang diucapkan sebagai Soempah Pemoeda 1928.

Ketika konsep berbangsa dan bertanah air dengan cerdas disimpul oleh tali pengikat kuat yang bernama bahasa. Berbahasa satu, bahasa Indonesia. Lahirlah identitas bangsa yang nyata, bukan sekedar batas geografi, melainkan suatu batas rasa yang memantik terciptanya identitas personal yang melekat kepada suatu identitas komunal. Sesuatu yang abstrak tapi kemudian dibumikan dalam organisasi tata kelola dan sistem kemasyarakatan yang mengikutinya.

Konsep imagined communitiesnya Ben Anderson ini membantu menjelaskan bagaimana nasionalisme dapat muncul dan mengikat orang-orang yang beragam dalam suatu negara. Pemahaman tentang imagined communities juga dapat menjelaskan konflik antar negara atau kelompok etnis yang memperebutkan wilayah, identitas, dan kedaulatan.

Bahkan konsep ini juga relevan dalam memahami perubahan sosial dan politik, seperti gerakan separatis, integrasi regional, dan globalisasi.
Meskipun bersifat “dibayangkan”, imagined community memiliki dampak nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia membentuk identitas, solidaritas, dan tujuan bersama yang menggerakkan masyarakat dan negara.

Khusus di Indonesia, tujuan bersama itu oleh para pendiri bangsa telah dirumuskan sedemikian rupa dalam pembukaan UUD 1945. Di bagian preambule UUD 1945 telah dirumuskan visi negara yaitu: menjadi bangsa yang merdeka, Bersatu, berdaulat, adil dan Makmur” serta misi negara yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa , dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Konsep bernegara yang mendasari berdirinya sebuah negara yang ditandai dengan kelahiran otoritas di wilayah otonomi dengan hirarki sistem pengambilan keputusan dan kebijakan yang dilabeli kepentingan nasional, pada gilirannya memperkenalkan konsep tentang kemerdekaan, hak, dan kewajiban negara dan warga negara, hubungan internasional dalam berbagai bentuk relasi dalam kanal yang dikenal sebagai diplomasi, kerjasama ekonomi, baik regional maupun global, bahkan melahirkan organisasi tingkat dunia seperti United Nation untuk menjadi pengadil dan penengah yang diharapkan dapat memfasilitasi komunikasi di antara semua negara yang ada di dunia.

Konsep bernegara yang kemudian berkembang menjadi suatu lokus atau dari sudut pandang bisnis dapat digambarkan sebagai suatu strategic business unit yang harus dikelola dengan pendekatan customer centric yang dalam bentuk eskalasi besar mewujud dalam konteks nation goals, dapat dijelaskan dari berbagai perspektif teori. Berikut beberapa di antaranya;

Perspektif Teori Kontrak Sosial dengan tokoh pencetus seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau, dengan pemikiran inti bahwa negara terbentuk berdasarkan perjanjian antara individu-individu yang menyerahkan sebagian haknya kepada penguasa untuk menjamin keamanan dan ketertiban.

Secara lebih spesifik Hobbes berpendapat bahwa manusia pada dasarnya egois dan hidup dalam “keadaan alamiah” yang brutal. Negara dibutuhkan untuk mencegah “perang semua melawan semua”.

Sementara Locke berpendapat bahwa manusia memiliki hak alami yang tidak dapat dirampas, yaitu hak hidup, kebebasan, dan kepemilikan. Negara harus melindungi hak-hak tersebut.

Sedangkan Rousseau mengajukan tesis tentang Kehendak umum (volonté générale) yang menurut beliau adalah dasar legitimasi negara. Negara harus mencerminkan kehendak bersama rakyat.

Lalu ada Perspektif Teori Organisme, yang antara lain di gagas oleh Plato, Aristoteles, dan Hegel. Di mana inti dari teori ini adalah, negara dianalogikan sebagai organisme hidup yang terdiri dari berbagai bagian yang saling bergantung dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Plato, negara ideal dipimpin oleh filsuf-raja yang bijaksana dan adil. Sedangkan menurut Aristoteles, manusia adalah zoon politicon (makhluk sosial) yang secara alami hidup bernegara. Negara merupakan wadah bagi manusia untuk mencapai kebaikan bersama.

Sementara Hegel berpendapat bahwa negara merupakan perwujudan dari roh absolut (geist) yang terus berkembang menuju kesempurnaan.

Perspektif teori ketiga tentang konsep bernegara adalah Perspektif Teori Kekuasaan dengan tokoh Niccolò Machiavelli, Karl Marx, dan Max Weber. Inti dari teori kekuasaan adalah, negara merupakan instrumen kekuasaan yang digunakan untuk mengendalikan dan mengatur masyarakat.

Menurut Machiavelli, penguasa harus menggunakan segala cara yang diperlukan untuk mempertahankan kekuasaan, termasuk kekerasan dan tipu daya.

Sedangkan Marx berpendapat bahwa negara merupakan alat kelas penguasa (borjuis) untuk menindas kelas pekerja (proletar).

Sementara Weber meyakini bahwa negara memiliki monopoli atas penggunaan kekerasan fisik yang sah dalam suatu wilayah.

Perspektif teoretik berikutnya tentang konsep bernegara adalah Perspektif Teori Pluralisme yang antara lain diusung oleh Robert Dahl dan David Truman. Dimana inti pemikiran mereka adalah, negara merupakan arena persaingan berbagai kelompok kepentingan yang berusaha mempengaruhi kebijakan publik. Dimana negara akan bertindak sebagai penengah dan fasilitator untuk mencapai keseimbangan antara berbagai kepentingan tersebut. Kekuasaan akan bersifat distributif dan tersebar di antara berbagai kelompok, tidak terpusat pada satu kelompok tertentu.

Perspektif lain tentang teori bernegara adalah Perspektif Teori Institusionalisme yang dicetuskan antara lain oleh, James March dan Johan Olsen. Dimana menurut mereka negara terdiri dari berbagai institusi (aturan, norma, prosedur) yang membentuk perilaku dan interaksi aktor politik. Institusi dalam konteks organisasi negara memiliki daya tahan dan dapat membatasi pilihan tindakan aktor politik. Perubahan politik dapat terjadi secara bertahap melalui proses adaptasi dan pembelajaran institusional.

Dari konsep atau teori institusionalisme John March inilah mungkin konsep kabinet dan kementerian serta lembaga negara dikembangkan.

Presiden dan wakil presiden memiliki kewenangan utama dalam pelaksanaan fungsi eksekutif yang juga meliputi aspek federatif dalam konteks menjaga keamanan negara dalam percaturan interaksi antar negara yang sarat dengan potensi benturan kepentingan. Dimana fungsi eksekutif tersebut secara filosofi semestinya maujud dalam sebentuk kapasitas dan kompetensi untuk menjalankan berbagai fungsi terkait dengan visi dan misi bernegara. Menghadirkan kesejahteraan dan keamanan secara multi aspek adalah salah satu tugas pokok yang harus dilaksanakan.

Untuk itu tentu diperlukan suatu pendelegasian tugas dan kewenangan kepada berbagai lembaga yang secara organisasi terintegrasi sebagai suatu kesatuan lembaga negara penyelenggara fungsi eksekutif yang dikontrol oleh legislatif dan dipagari secara legal oleh fungsi yudikatif.

Lembaga negara seperti Kementerian teknis dan kementerian negara adalah alat atau unit yang bertigas menjabarkan visi dan misi negara sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah diamanahkan dalam peraturan perundang-undangan. Demikian pula fungsi Pemerintah Daerah yang diberi otonomi untuk mengelola potensi sumber daya maupun menjalankan tata kelola sebagai aparatur birokrasi yang berada langsung di daerah dengan konstituen khusus.

Sebagai sebuah organisasi yang mempunyai urusan khusus, kementerian juga memerlukan alat manajemen untuk mengelola organisasi. Kementerian juga perlu menetapkan visi dan misinya sesuai dengan bidang tugasnya. Agar tujuan bernegara bisa terwujud maka visi dan misi kementerian harus sejalan (inline) dengan visi dan misi negara. Visi dan misi kementerian merupakan rumusan untuk mencapai visi dan misi negara dari perspektif bidang tugasnya masing masing. Sinkronisasi visi dan misi negara dan visi dan misi kementerian akan menghasilkan gerak langkah aparatur negara sebagai penggerak roda pemerintahan menuju tujuan yang sama.

Langkah strategis yang diperlukan adalah menerjemahkan visi dan misi kementerian tersebut ke dalam strategi serta kegiatan atau tindakan. Tindakan yang dilakukan tentunya harus dapat diukur sebagai indikator capaian. Dalam ilmu manajemen kontemporer konsep Balanced Scorecard sering digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja. Menyitir Robert S. Kaplan dan David P. Norton dalam bukunya The Balanced Scorecard: Translating Strategy Into Action, Balanced Scorecard merupakan salah satu management tool untuk menerjemahkan visi, misi dan strategi organisasi ke dalam aksi atau tindakan organisasi. Pada mulanya konsep Balanced Scorecard_l dimaksudkan untuk organisasi bisnis namun dalam prakteknya dapat diadopsi dalam organisasi publik. (Darnadi, 2023) Kementerian Keuangan RI telah menerapkan konsep ini untuk menjaga keberlangsungan proses tata kelola kementerian agar sejalan dengan visi misi negara, kementerian, dan amanah APBN dalam proses pembangunan bangsa dalam tahapan yang perlu dipertanggungjawabkan.

Sementara secara makro, pemerintah presidensial bersama dengan unsur legislatif menyusun suatu program pembangunan jangka panjang yang dapat menjadi dasar hukum bagi berjalannya proses pembangunan jangka panjang. Penahapan proses pembangunan itu dalam rangka rasionalisasi proses pelaksanaan capaian sejalan dengan ketersedian sumber daya dan potensi penggerak yang dimiliki bangsa. Rencana pembangunan jangka panjang berdurasi 1 dasawarsa NKRI telah dituangkan dalam produk hukum berupa Undang-Undang, yaitu : Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025-2045.

Dimana dalam undang-undang tersebut telah dirumuskan berbagai panduan untuk mencapai kondisi yang dapat menjamin upaya untuk :
– Mewujudkan pembangunan kewilayahan yang merata dan berkeadilan
– Mewujudkan sarana dan prasarana yang berkualitas dan ramah lingkungan
– Mewujudkan kesinambungan pembangunan
– Meningkatkan ketahanan terhadap bencana dan perubahan iklim

RPJPN 2025-2045 disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas untuk mendukung Visi Indonesia Emas 2045. Visi tersebut adalah mewujudkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan.

RPJPN merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. RPJPN juga dapat menjadi dasar bagi penyusunan visi, misi, dan program pasangan calon dalam pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, hingga terjadi suatu sinkronisasi yang menjamin keselarasan kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Dalam proses pelaksanaan pencapaian visi dan misi tersebut, presiden sebagai pemimpin eksekutif sebuah negara dapat membuat peraturan perundangan yang dikenal sebagaibPeraturan Presiden. Salah satu contohnya adalah Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Peraturan ini mengatur tentang kedudukan, tugas, dan fungsi kementerian negara, serta susunan organisasi dan tugas fungsi eselon I kementerian negara, atau Perpres seperti, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2019 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024, dapat pula bersifat sangat teknis dan mengatur suatu aktivitas terkait dengan kepentingan publik seperti,

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas, dan juga bersama kementerian terkait dapat mengajukan produk hukum berupa rancangan undang-undang untuk disahkan oleh legislatif, dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI).

Salah satu contoh produk undang-undang adalah undang-undang terkait kementerian negara, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 61 Tahun 2024 tentang Kementerian Negara, yang merupakan perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Lalu ada Undang-Undang yang dapat menjadi dasar hukum dan panduan dalam proses pengelolaan sumebr daya alam, UU No.32 Tahun 2024 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Di mana setiap produk hukum berupa undang-umdang negara itu juga memiliki konsekuensi hukum jika didapati kondisi ketidakpatuhan dan pengabaian terhadapnya. Konsekuensi hukum dan hukuman yang ditetapkan melalui proses peradilan dapat terjadi pada pelanggaran terhadap undang-undang, khususnya yang memiliki sangsi pidana, sehingga memenuhi azas Nullum crimen sine poena legali (tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang). Dapat pula pelanggaran undang-undang berkonsekuensi hukum dengan pemberian hukuman berupa sangsi administratif.

Maka dapat kita bayangkan, jika setiap elemen dan komponen fungsional penyelenggaraan fungsi negara harus dilandasi dengan dasar hukum yang merupakan turunan dari Undang Undang Dasar sebagai sumber konstitusi utama sebuah negara, maka semestinya penyelenggaraan negara itu dapat sinergis dan kongruen dengan tujuan bernegara yang termaktub dalam visi dan misi negara di Undang-Undang Dasar.

Singkat cerita, saya ingin menahbiskan suatu fatsun yang lahir dari akumulasi fakta dan aspek legal yang telah tersedia dalam proses penyelenggaraan sebuah bangsa dalam bentuk tata kelola negara yang telah disepakati bersama, membangun negara dan menyelenggarakan pelayanan publik terbaik bagi warga negaranya adalah suatu keniscayaan yang dapat dilaksanakan.

Mengingat dasar hukum dan perundangan serta kewenangan yang telah diamanahkan dapat menjamin proses produksi kebijakan, rencana pembangunan, dan pelaksanaan di lapangan dapat diwujudkan, maka persoalan fundamental yang mengemuka bermuara pada 2 hal inti berikut : niat dan tekad.

Niat akan menjadi pemandu dan motivasi dasar yang menavigasi arah pembangunan dan perjalanan bangsa ini, sedangkan tekad adalah penjaga ruh kepemimpinan agar senantiasa teguh di saat menghadapi berbagai badai berupa tekanan yang dapat datang dari berbagai arah secara tak terduga, contoh; pandemi Covid yang telah memporak porandakan seluruh sistem di dunia.

Kebeningan hati yang ditandai dengan keseimbangan neurotransmiter dan fungsi korteks prefrontal dalam mengambil keputusan, bersikap, dan bertindak, serta merespons berbagai stimulus adalah keunggulan pemimpin yang telah mendapatkan kepercayaan dari rakyatnya.

Hasil survey lembaga riset independen Harian Kompas dengan responden sebanyak 1200 orang dari berbagai daerah dengan multi stratifikasi, telah memperlihatkan tingginya tingkat keyakinan masyarakat terhadap pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang dilantik pada hari ini.

Dengan tingkat kepercayaan survey mencapai 95% dan margin of error 2,83%, didapati hasil bahwa menurut responden, citra Presiden terpilih mencapai 84,1% dan Wakil Presiden terpilih mencapai 71,1%. Sedangkan tingkat keyakinan publik dalam hal menjaga stabilitas politik dan keamanan mencapai 76,4%, dalam hal penegakan hukum mencapai 74,5%, dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi mencapai 72,6%, dan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial mencapai 73,1%.

Semua hasil survey di atas menunjukkan tingginya optimisme dan besarnya harapan, serta tingginya nilai keyakinan kepada Presiden dan Wakil Presiden RI yang baru. Semoga dengan modal sosial berupa kepercayaan rakyat tersebut, kedua pemimpin bangsa untuk jangka waktu 5 tahun ke depan ini dapat mengemban tugasnya dengan amanah dan istiqomah.

Adapun berbagai tantangan dan peluang multi skala dan dimensi yang saya prakirakan akan kita hadapi sebagai bangsa dalam 5 tahun ke depan antara lain adalah,

– Pesatnya perkembangan teknologi di ranah informasi, biomedis, energi, dan material cerdas.
– Eskalasi konflik regional terkait power sharing dan penguasaan sumber daya yang mulai bergeser dari elemen dan variabel klasik yang selama ini kita kenal. Sumber daya terkait energi baru dan terbarukan akan menggeser potensi sumber daya energi berbasis hidrokarbon.
– Degradasi daya dukung lingkungan, yang ditandai dengan perubahan iklim global, dan kemungkinan terjadinya bencana katastropik yang berdampak besar.
– Pergeseran trend dan pola bisnis global menuju humanless proccess, berbasis data, dan borderless, atau tanpa batas-batas yang kita kenal saat ini.

Untuk itu tampaknya diperlukan beberapa strategi prioritas yang meliputi beberapa aspek berikut,

– pendidikan formal dan non formal yang meliputi peningkatan kapasitas karakter dan perubahan perilaku sampai di tingkat personal.
– pengembangan infrastruktur sosial yang dapat berkontribusi maksimal bagi optimasi potensi sumber daya manusia Indonesia.
– Penjabaran visi dan misi bangsa secara proporsional, sistematis, dan terukur ke setiap organ eksekutif yang bertanggung jawab dalam melaksanakan proses pembangunan secara berkesinambungan
– Pemenuhan kebutuhan dasar manusia secara berkeadilan dan berkesinambungan dengan memperhatikan aspek aksesibilitas, sebaran, dan kesetaraan kualitas layanan.
– Mengupayakan kemandirian teknologi, pemenuhan pasokan energi dan pangan, serta meningkatkan daya saing multi sektor sebagai pengubah posisi tawar di level regional dan global.

Akhirul kalam, sebagai rakyat yang hanya bisa berdoa dan terus berusaha sesuai kapasitas dan catu daya yang tersedia, saya berharap bahwa amanah luar biasa yang telah dipercayakan mayoritas warga bangsa Indonesia, dapat diemban dengan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan dan kemuliaan negara dan bangsa tercinta kita 🙏🏾🇲🇨

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts