Tauhid Nur Azhar

Nutrisi Fungsional, Jamu, dan Pendekatan Genomik

Bapak dan Ibu Dewandaru yang tengah menikmati masa-masa awal purna tugasnya, kini mulai merintis suatu upaya peningkatan kualitas hidup (wellness) dengan mengedepankan pendekatan holistik yang meliputi gaya hidup, olahraga, asupan nutrisi, dan petualangan budaya yang diharapkan dapat menghadirkan inspirasi yang mencerahkan dan memperkaya khazanah pelangi nilai dalam konteks tata kelola jiwa.

Salah satu hal yang menarik perhatian mereka, dan ingin dikembangkan di “sarang” kreatif mereka di jantung kota Bekasi, adalah pendekatan nutrisi fungsional. Hal ini rupanya sejalan dengan cita-cita seorang rekan sekaligus tokoh panutan saya, Bapak Kiwi Aliwarga, yang tengah menyelesaikan program pendidikan doktoral Ilmu Biomedis nya di FKUI.

Bapak Kiwi dengan keteguhan niat dan visi besar nya yang sangat visioner dan mampu menembus batas cakrawala pengetahuan, bahkan telah mengintegrasikan pendekatan konsep bisnis layanan kesehatan garda depan, yang memadukan layanan berbasis teknologi maju biomedik (microarray) dengan model bisnis jasa layanan kesehatan preventif yang sangat inovatif.

Boleh dikata usaha rintisan layanan pemeriksaan biomedik yang dibesut Pak Kiwi melalui grup Widya (Genomik dan Herbal Indonesia), adalah salah satu pionir penyedia jasa layanan kedokteran presisi dan layanan kedokteran yang terpersonalisasi.

Sementara upaya di bidang kesehatan promotif terintegrasi yang tengah dirintis oleh pasangan Dewandaru di Bekasi, melalui Meranajanya, juga suatu terobosan yang tak kalah inovatifnya.

Bahkan pasangan Dewandaru ini tak hanya mengakomodir pendekatan konvensional dalam upaya promosi kualitas kesehatan saja, melainkan telah mengintegrasikan pendekatan olah gerak, olah tuh, dan olah budaya, yang dalam rencana ke depan juga akan mengakomodir keunggulan dan keistimewaan warisan budaya kesehatan Nusantara: Jamu.

Tentu dengan pendekatan berbasis metodologi ilmiah, terpersonalisasi, dan dikelola olah Acaraki yang kompeten dalam bidangnya. Ibu Ana alumni Unpad, konseptor jamu dengan proses pengolahan berbasis teknik modern, yang kini brand serta produknya sudah banyak dikenal: Acaraki Kota Tua, adalah mitra strategis yang tengah “dilirik” oleh Meranaja.

Terlepas dari itu semua, pagi ini kita ingin cuplik satu topik yang menarik dari wacana di atas: nutrisi fungsional. Karena baik, Widya ataupun Meranaja sama-sama berfokus pada upaya untuk mengoptimalkan kualitas kesehatan manusia Indonesia, dan salah satunya tentu saja dengan khazanah budaya kuliner Nusantara yang sedemikian kaya, kita adalah surga untuk menghasilkan manusia-manusia unggul masa depan dengan berbasis pada potensi sumber daya, termasuk bahan pangan dan makanan.

Siapa yang tidak kenal Pecel Madiun, Cakalang Fufu, Naniura, Pli’u dan Kari Kameng, Tekwan dan Tempoyak, Gudeg dan Karedok, Lawar, sampah Se’i, dan Papeda beserta ikan kuah kuningnya.

Belum lagu kalau kita berbicara tentang ragam rempah dan kekayaan endofit kita. Sebut saja semua nama rempah yang terlintas di kepala, dan itu hampir dapat dipastikan ada di Indonesia. Pekak, bunga lawang, jahe, kunyit, kencur, kapulaga, pala, lada, bawang aneka rupa, sampai keluarga temu dan bunga cengkeh alias Syzigium aromaticum, semua ada.

Lalu apakah gerangan nutrisi fungsional itu?

Nutrisi fungsional adalah bidang yang berkembang pesat dengan potensi besar untuk meningkatkan pencegahan penyakit melalui personalisasi nutrisi. Dengan menggunakan pendekatan bioinformatika dan analisis genom, nutrisi fungsional dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik setiap individu berdasarkan profil genetik dan proses biokimia tubuh.

Pengembangan nutrisi ini memungkinkan intervensi gizi yang lebih tepat sasaran dalam mengoptimalkan fungsi fisiologi dan mencegah penyakit degeneratif. Tulisan saya hari ini akan membahas integrasi antara nutrisi fungsional dan genom, khususnya melalui teknologi DNA microarray, yang dapat memberikan wawasan lebih mendalam tentang risiko genetik terhadap penyakit, penuaan sel, dan derajat metilasi.

Pendekatan ini memanfaatkan hubungan antara genetik individu dan respon nutrisi untuk mengembangkan strategi pencegahan penyakit berbasis nutrigenomik. Kajian hari ini juga akan menguraikan manfaat potensial dari nutrisi fungsional dalam mengelola risiko kesehatan dan memberikan perspektif tentang masa depan pengobatan presisi melalui nutrisi.

Di era pengobatan presisi dan berkembangnya konsep nutrigenomik, peran nutrisi sebagai bagian penting dari strategi pencegahan dan pengobatan penyakit semakin diakui. Secara definisi, nutrisi fungsional kerap dinisbatkan sebagai zat gizi yang dirancang secara presisi dengan menggunakan data bioinformatika dan genom untuk memastikan kompatibilitas dengan reseptor tubuh dan jalur biokimia pengolahannya.

Berbagai proses penyesuaian dalam upaya mengoptimasi fungsi fisiologis, dapat dilakukan oleh nutrisi fungsional yang dari beberapa literatur san referat diketahui mampu mengoptimalkan fungsi fisiologis dan mencegah timbulnya penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, dan kanker.

Pendekatan nutrisi fungsional melibatkan interaksi yang erat antara nutrisi dan ekspresi gen yang dikenal sebagai nutrigenomik, yaitu ilmu yang mempelajari bagaimana nutrisi mempengaruhi ekspresi gen dan bagaimana profil genetik seseorang dapat mempengaruhi kebutuhan nutrisinya.

Penggunaan bioinformatika dalam pengembangan nutrisi fungsional telah membuka peluang baru dalam penelitian gizi. Bioinformatika memungkinkan analisis besar-besaran terhadap data genetik untuk mengidentifikasi interaksi antara komponen nutrisi dan gen. Proses ini melibatkan pemodelan jaringan molekular yang mengaitkan zat gizi tertentu dengan protein, enzim, dan reseptor seluler.

Melalui analisis bioinformatika, nutrisi fungsional dapat dirancang untuk meningkatkan atau menekan jalur biokimia tertentu yang terkait dengan pencegahan penyakit. Misal nutrisi berkhasiat yang dapat digunakan sebagai bagian dari nutrisi fungsional, antara lain adalah polifenol yang terkandung di dalam teh hijau dan telah terbukti dapat memodulasi ekspresi gen yang terkait dengan peradangan dan kanker.

Integrasi antara nutrisi fungsional dengan pemanfaatan data profil genetik dapat dibantu oleh teknologi DNA Microarray. Di mana DNA microarray adalah salah satu teknologi yang memungkinkan identifikasi ekspresi ribuan gen dalam sekali siklus analisis. Dalam konteks nutrisi fungsional, teknologi ini diharapkan dapat memberikan gambaran lengkap tentang bagaimana tubuh merespons berbagai jenis nutrisi berdasarkan variasi genetik.

Microarray juga memungkinkan dilakukannya analisis profil genetik terkait risiko penyakit, resistensi terhadap insulin, potensi penuaan sel, dan bahkan derajat metilasi DNA, yang berperan penting dalam regulasi ekspresi gen. Penggunaan panel DNA microarray memungkinkan desain nutrisi yang tidak hanya didasarkan pada gejala klinis, tetapi juga pada predisposisi genetik individu.

Sebagai contoh, variasi genetik pada gen MTHFR (methylenetetrahydrofolate reductase) dapat mempengaruhi metabolisme folat dan homosistein, yang terkait dengan resiko penyakit kardiovaskular. Individu dengan mutasi pada gen ini mungkin memerlukan suplemen folat dalam bentuk yang lebih mudah diserap seperti 5-methyltetrahydrofolate (5-MTHF) dibandingkan dengan bentuk umum asam folat yang selama ini banyak di pasaran.

Metilasi DNA merupakan modifikasi epigenetik yang mengontrol ekspresi gen tanpa mengubah urutan DNA. Tingkat metilasi DNA cenderung berubah seiring dengan proses penuaan, dan beberapa pola metilasi terkait dengan risiko penyakit degeneratif.

Dalam konteks terkait mekanisme metilasi DNA ini, nutrisi fungsional dapat dirancang untuk memperbaiki pola metilasi yang tidak normal. Misal ada zat aktif, resveratrol, yang banyak dijumpai di biji Anggur, adalah senyawa yang diketahui dapat mempengaruhi metilasi gen dan memiliki efek anti-penuaan dengan mengaktivasi sirtuins, atau kelompok protein yang terkait dengan perpanjangan usia sel. Siapa tahu Resveratol juga bisa didapatkan dari tanaman endemik Indonesia seperti keluarga Terong, Takokak, juga Leunca.

Peran nutrisi fungsional dalam pencegahan penyakit tersebar dalam spektrum yang cukup luas. Mulai dari penyakit-penyakit infeksi, genetik, dan tentu saja degeneratif metabolik serta keganasan.

Nutrisi fungsional telah terbukti efektif dalam pencegahan penyakit kardiovaskular, terutama melalui modifikasi metabolisme lemak dan kolesterol. Asam lemak omega-3, yang ditemukan dalam minyak ikan dan ikan-ikan dengan kandungan lemak tidak jenuh DHA-EPA, , secara klinis terbukti menurunkan kadar trigliserida dalam darah dan mengurangi risiko peradangan yang menyebabkan aterosklerosis.

Integrasi profil genetik yang mengidentifikasi varian gen terkait metabolisme lipid, seperti gen APOA5, memungkinkan personalisasi asupan omega-3 untuk mengoptimalkan manfaat kardioprotektif.

Dalam kasus diabetes mellitus tipe 2, variasi genetik dapat mempengaruhi sensitivitas insulin dan metabolisme glukosa. Gen seperti TCF7L2 telah diidentifikasi sebagai faktor risiko diabetes yang berhubungan dengan regulasi insulin. Nutrisi fungsional yang kaya akan polifenol dari sumber seperti blueberry dan ekstrak cokelat (dark chocolate) telah terbukti dapat meningkatkan sensitivitas insulin melalui modifikasi ekspresi gen terkait resistensi insulin.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa nutrisi tertentu dapat mempengaruhi perkembangan kanker melalui modulasi ekspresi gen. Sulforaphane, yang terdapat dalam brokoli dan sayuran cruciferous lainnya, telah terbukti dapat menginduksi enzim detoksifikasi fase II, yang membantu tubuh mengeliminasi karsinogen.

Variasi genetik pada gen GSTP1, yang berperan dalam detoksifikasi, dapat meningkatkan atau menurunkan sensitivitas individu terhadap zat karsinogen, dan gen ini dalat dipengaruhi ekspresinya oleh zat nutrisi yang tepat.

Seiring dengan kemajuan dalam bidang nutrigenomik, integrasi antara nutrisi fungsional dan profil genetik akan semakin mendorong terjadinya personalisasi pelayanan kesehatan. Uji klinis berbasis genom yang mengukur respons spesifik terhadap intervensi nutrisi akan menjadi landasan pengembangan lebih lanjut dari berbagai regimen terapi dan berbagai strategi pencegahan penyakit, serta peningkatan kualitas kesehatan.

Selain itu, ilmu bioinformatika yang terus berkembang dapat berkontribusi maksimal dalam hal pemodelan interaksi nutrisi-genom yang lebih kompleks, yang memungkinkan desain nutrisi fungsional yang lebih canggih di masa depan.

Demikian pula perkembangan metoda rekayasa genom dengan teknologi CRISPR, juga memiliki potensi besar untuk diterapkan dalam modifikasi ekspresi gen yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi tertentu.

Dengan memodifikasi gen yang mempengaruhi metabolisme atau risiko penyakit, CRISPR dapat membantu memperbaiki kerentanan genetik yang sebelumnya sulit ditangani dengan pendekatan nutrisi tradisional.

Pada gilirannya, nutrisi fungsional, ketika diintegrasikan dengan teknologi genomik seperti DNA microarray dan berbagai teknik bioteknologi lainnya, memiliki potensi besar dalam pencegahan penyakit dan optimasi kesehatan.

Dengan memahami interaksi kompleks antara gen dan nutrisi, nutrisi fungsional dapat memberikan pendekatan yang lebih personal dan presisi dalam mencegah penyakit kronis. Pendekatan nutrigenomik akan semakin penting di masa depan sebagai bagian dari strategi pencegahan penyakit berbasis pengobatan presisi, yang memanfaatkan data genetik untuk mendesain intervensi gizi yang disesuaikan dengan kebutuhan individu.

Di penghujung tulisan ini, saya kok menjadi tidak sabar ingin mencicipi perjamuan jamu di Meranaja yang didesain dengan bantuan teknik bioinformatika berdasar hasil pemeriksaan genom personal yang dilakukan dengan teknik microarrray di lab milik Widya di Yogyakarta.

Jamu yang aslinya sudah unik, akan menjadi produk antik nan ciamik dengan pendekatan biomedik yang dapat diracik sesuai dengan kebutuhan konsumen berdasar data genomik, hasilnya dijamin asyik. 🙏🏾🙏🏾🇲🇨

Daftar Pustaka

1. Scalbert, A., Manach, C., Morand, C., Rémésy, C., & Jiménez, L. (2005). Dietary polyphenols and the prevention of diseases. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 45(4), 287-306.

2. Frosst, P., Blom, H. J., Milos, R., Goyette, P., Sheppard, C. A., Matthews, R. G., … & Rozen, R. (1995). A candidate genetic risk factor for vascular disease: a common mutation in methylenetetrahydrofolate reductase. Nature Genetics, 10(1), 111-113.

3. Agarwal, B., & Baur, J. A. (2011). Resveratrol and life extension. Annals of the New York Academy of Sciences, 1215(1), 138-143.

4. Mozaffarian, D., & Wu, J. H. (2012). Omega-3 fatty acids and cardiovascular disease: effects on risk factors, molecular pathways, and clinical events. Journal of the American College of Cardiology, 58(20), 2047-2067.

5. Voight, B. F., Scott, L. J., Steinthorsdottir, V., Morris, A. P., Dina, C., Welch, R. P., … & McCarthy

6. Nurazhar T, Dasar Biologi Molekuler, Widya Padjadjaran. 2012

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts