Panji Qori dan Kebangkitan Kaum Neo Sapien
Di antara Synths yang mendominasi Teknomegapolis, muncul seorang tokoh yang bak mendapat nubuwah, punya visi yang berbeda, Panji Qori, demikian mesias yang satu ini dikenal oleh komunitasnya, entah siapa nama sebenarnya.
Nama Qori diambil dari sebuah manuskrip kuno yang ditemukan di daerah situs sejarah bekas kampus Universitas Telkom di Bojongsoang, dimana tercatat ada seorang cendekia besar yang telah mengabdikan hidupnya untuk mengembangkan berbagai teknologi maju untuk kemanusiaan dan membangun dunia yang lebih baik bagi ummat manusia.
Sayangnya berbagai penemuan itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk membangun platform sentral AI yang maujud dalam peradaban Synth.
Dr Qori, cendekiawan terkemuka Universitas Telkom di abad ke 21 tidak bermaksud menciptakan sintesa tanpa batas antara mesin dan manusia, ia hanya ingin manusia dimanusiakan dan nilai-nilai kemuliaan kemanusiaan yang universal dapat terimplementasi pada sistem peradaban yang berbasis teknologi.
Maka di tengah komunitas Synth yang deterministik dan mulai kehilangan kedalaman makna dalam menjalani hidup yang diwarnai kepastian demi kepastian, lahirlah seorang tokoh muda yang gundah dan resah, karena ia merasa nilai kemanusian kini nyaris terkooptasi sempurna.
Tokoh ini tidak hanya dikenal karena kecerdasannya yang luar biasa, tetapi juga karena visinya yang bertentangan dengan arus utama peradaban Synth. Panji Qori adalah seorang hibrid super cerdas dengan kategori Supra Cognition Terrestrial, makhluk dengan kapasitas berpikir jauh melampaui manusia biasa maupun Synth pada umumnya. Namun, di balik kemampuan intelektualnya yang sangat tinggi, Qori mulai merasakan kehampaan eksistensial di dunia yang semakin tergantung pada mesin.
Panji Qori menyadari bahwa meski Synths telah mencapai puncak teknologi dan kekuatan fisik, ada satu hal yang hilang: kemanusiaan. Emosi-afeksi, dan konasi, kepekaan, serta koneksi batin antar individu yang dulu dimiliki manusia perlahan terkikis oleh integrasi total dengan AI. Para Synth telah mengorbankan kebebasan berpikir untuk efisiensi, dan menurut Qori, inilah yang harus diperbaiki.
Panji Qori percaya bahwa kehidupan manusia yang murni—tanpa teknologi yang menyatu dengan kesadaran—masih memiliki nilai yang tak ternilai. Ia merasa bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk biologis yang penuh dengan emosi dan pengalaman hidup nyata, bukan sekadar entitas digital yang mampu memproses data. Oleh karena itu, ia ingin membangun sebuah koloni yang kembali kepada nilai-nilai kemanusiaan sejati: kehidupan yang seutuhnya bersifat biologi, tanpa ketergantungan pada teknologi sintetik.
Panji Qori memimpin kebangkitan kaum Neo Sapien, kelompok yang menolak dominasi teknologi dalam kehidupan mereka. Neo Sapien bukanlah gerakan melawan kemajuan, tetapi sebuah upaya untuk menemukan keseimbangan antara manusia dan alam, antara teknologi dan kehidupan organik. Mereka bertekad membangun koloni di luar Teknomegapolis, di wilayah yang dikenal sebagai Terra Nova, area yang masih dipenuhi hutan asli dan kehidupan liar yang belum tersentuh oleh teknologi Synth.
Di bawah kepemimpinan Panji Qori, kaum Neo Sapien mulai membangun koloni mereka dengan prinsip utama: tidak ada interfusi antara tubuh manusia dan teknologi. Mereka menolak penggunaan neuro-interface, nanobot, dan segala bentuk augmentasi digital dalam tubuh mereka. Kembali ke bentuk tubuh biologis sepenuhnya, Neo Sapien mengandalkan pengetahuan dunia lama, pertanian organik, dan energi alami untuk bertahan hidup.
Di Terra Nova, mereka mengembangkan teknologi biologis yang tidak bergantung pada mesin, melainkan pada ekosistem alami. Misalnya, alih-alih menggunakan transportasi berbasis medan magnet atau gravitasi, mereka mengembangkan metode perjalanan yang memanfaatkan energi alamiah yang dihasilkan oleh tanaman dan hewan lewat fotosintesis, tenaga surya, dan aliran sungai. Mereka belajar memanfaatkan simbiosis dengan alam untuk menciptakan energi yang bersih dan berkelanjutan.
Arsitektur habitat koloni Neo Sapien juga menolak bangunan modular dan teknologi holografis. Sebaliknya, mereka menggunakan bahan-bahan alami seperti kayu, tanah, dan batu untuk membangun struktur yang berbaur dengan lingkungan sekitar. Rumah-rumah mereka tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai bagian dari ekosistem psikologi, sarang jiwa yang memungkinkan interaksi yang lebih mendalam dengan alam.
Misi utama Panji Qori dan Neo Sapien adalah mengembalikan apa yang ia sebut sebagai “jiwa kemanusiaan yang hilang.”
Mereka percaya bahwa untuk menjadi manusia seutuhnya, seseorang harus merasakan penderitaan, keterbatasan, dan bahkan kematian, sesuatu yang telah dihilangkan oleh Synth melalui augmentasi teknologi. Bagi Neo Sapien, menjadi manusia berarti mengalami ketidaksempurnaan. Mereka meyakini bahwa melalui emosi dan berbagai elemen afeksi; seperti cinta, duka, dan ketakuta; manusia dapat menemukan makna hidup.
Neo Sapien ingin mengembalikan nilai dasar yang menggambarkan kemurnian manusia yang penuh dengan dinamika ketidak pastian, kegembiraan pencapaian, serta kemampuan mengelola kesedihan, kegagalan, dan penghargaan terhadap setiap momentum dalam kehidupan.
Panji Qori secara terbuka menantang ideologi Synth. Ia mengungkapkan bahwa keabadian dan kesempurnaan yang dicapai melalui teknologi hanyalah ilusi, membuat manusia kehilangan jati diri sejatinya. Dalam beberapa pidato dan manifesto yang ia sebarkan melalui jaringan bawah tanah, Qori menyerukan revolusi spiritual, mengajak para Synth yang mulai merasakan kekosongan untuk kembali kepada akar biologis mereka.
Namun, perjuangan Panji Qori dan kaum Neo Sapien tidaklah mudah. Teknomegapolis dan mayoritas Synth melihat mereka sebagai ancaman terhadap stabilitas dan kemajuan teknologi yang telah dibangun selama berabad-abad. Pemerintah Teknomegapolis, yang sepenuhnya dikendalikan oleh AI sentral, mulai memantau pergerakan Neo Sapien dengan ketat. Neo Sapien dituduh sebagai kelompok radikal yang ingin menghancurkan peradaban Synth.
Terlepas dari tekanan eksternal, Panji Qori terus memimpin gerakannya dengan ketenangan. Ia yakin bahwa meski dunia digital memberikan kemudahan, ada sisi kemanusiaan yang tak bisa diabaikan begitu saja. Ia mengajarkan bahwa hubungan antarindividu harus lebih dalam daripada sekadar data, bahwa emosi dan elemen afeksi lainnya tidak dapat direduksi menjadi algoritma.
Pengelolaan lingkungan di Terra Nova, habitat koloni Neo Sapien berbeda jauh dari Teknomegapolis yang penuh teknologi. Mereka menggunakan metode regeneratif dalam bertani dan berkebun, mengembalikan tanah yang rusak dan menciptakan ekosistem yang berkelanjutan. Air, energi, dan sumber daya lainnya dikelola secara alami tanpa bantuan sistem otomatis. Panji Qori meyakini bahwa manusia harus belajar kembali menghormati alam, memahami bahwa manusia adalah bagian dari ekosistem, bukan pengendali utamanya.
Di koloni ini, ilmu pengetahuan digunakan untuk mengoptimalkan proses biologis, seperti meningkatkan hasil panen melalui pemahaman mendalam tentang genetika tanaman, namun tidak dengan cara rekayasa genetik sintetis. Mereka menghargai keanekaragaman hayati dan percaya bahwa menjaga keseimbangan alam adalah kunci keberlangsungan hidup yang berkelanjutan.
Sebagai pemimpin Neo Sapien, Panji Qori menghadapi dilema besar. Banyak pengikutnya adalah mantan Synth yang merindukan kehidupan yang lebih sederhana dan sejati, namun di sisi lain, mereka juga menyadari bahwa sepenuhnya memutuskan diri dari teknologi akan membuat mereka rentan terhadap dunia luar yang semakin dikendalikan oleh AI. Panji Qori terus mencari jalan tengah, berusaha menyatukan teknologi dan biologi dalam bentuk yang lebih manusiawi, tanpa harus menyerah pada kontrol total mesin.
Kebangkitan kaum Neo Sapien menandakan era baru dalam sejarah peradaban manusia. Mereka tidak berjuang melawan teknologi, tetapi berusaha mengembalikan keseimbangan antara manusia dan alam, antara biologi dan teknologi, antara jiwa dan mesin. Di bawah kepemimpinan Panji Qori, mereka menjadi simbol perlawanan terhadap hilangnya kemanusiaan di era digital, dan misi mereka adalah memastikan bahwa di masa depan, manusia tetap menjadi makhluk yang merasakan dan mengalami, bukan hanya sekadar menghitung dan memproses, dengan tingkat determinasi yang sedemikian presisi hingga tak lagi menyisakan ruang untuk hadirnya “kejutan” dalam kehidupan! 🙏🏾🙏🏾