Tauhid Nur Azhar

Belok Kiri Scandinavia

Mengejar Aurora ke Ujung Utara Eropa

Malam membekukan itu ditandai dengan teraan angka -8°C di termometer air raksa yang menempel di tiang teras depan penginapan kayu desa kecil terselubung salju yang saat itu hanya menerima satu tamu.

Dengan melangkah terseok di ketebalan salju dengan hanya bermodal sepatu sneaker ala-ala buatan Malang yang dibantu dengan kaus kaki tipis yang mungkin bagian dari kelengkapan wajib seragam SMA, saya berjuang untuk mencapai tepi lembah yang membatasi jajaran hutan pinus dengan padang tundra.

Kekhawatiran dan kecemasan saya memuncak karena khawatir saya akan mengalami frostbite, nekrosis jaringan dan sebagian jari baik di tangan maupun kaki harus diamputasi.

Kecemasan itu maujud dalam banjir kortisol da adrenalin yang membuat nodus SA-AV dan berkas His dj jantung saya kompak meningkatkan pemompaan dan mempercepat denyutnya. Saya takikardi karena sergapan rasa exciting yang bikin merinding.

Di sisi lain semangat ingin tahu saya pun membuncah sampai tumpah-tumpah hingga gelombang otakpun didominasi gelombang gamma dengan frekuensi 30-80Hz yang membuat aspek kognitif saya bekerja sepenuh daya.

Dan akhirnya setelah lapangan beku berselimut salju tebal berhasil saya seberangi, di sinilah saya berada saat ini. Saya berdiri di bawah langit malam yang dingin, dengan udara yang segar menyentuh wajah saya, lalu tiba-tiba langit berubah menjadi panggung untuk pertunjukan warna-warni yang memukau. Kilauan hijau, ungu, dan merah muda berputar dan berpendar di langit, seakan-akan memainkan sebuah tarian kosmis tepat di depan mata saya.

Ya benar, saya memang tengah berada di wilayah utara Norwegia, di dekat Tromsø, salah satu tempat terbaik untuk menyaksikan aurora di Skandinavia.

Malam itu sangat tenang, dan bintang-bintang terlihat jelas. Kemudian, seolah-olah ada tirai cahaya yang perlahan-lahan terbuka di langit utara. Cahaya hijau pertama muncul seperti goresan halus, dan dalam beberapa menit, aurora mulai menari dan berputar, menciptakan pola yang indah dan selalu berubah.

Rasanya seperti alam semesta sedang memancarkan energinya langsung ke Bumi.

Suara hening yang menyelimuti membuat keindahan itu terasa begitu magis. Beberapa orang percaya aurora memang membawa pesan dari dunia lain, sedangkan di antara masyarakat asli Sami yang tinggal di daerah utara, ada mitos yang mengatakan bahwa aurora adalah roh nenek moyang yang sedang menari di langit.

Fenomena Aurora Borealis terjadi karena interaksi antara partikel bermuatan dari matahari foton) dan medan magnet bumi. Pada saat terjadi ledakan matahari atau solar flare, matahari memancarkan angin matahari (solar wind) yang mengandung partikel-partikel bermuatan, seperti elektron dan proton. Ketika partikel ini mencapai Bumi, sebagian besar dari mereka dibelokkan oleh medan magnet bumi.

Namun, di sekitar kutub utara dan kutub selatan, medan magnet bumi lebih lemah, sehingga partikel bermuatan dapat masuk ke atmosfer.

Ketika partikel bermuatan ini bertabrakan dengan molekul gas di atmosfer Bumi, mereka memindahkan energi ke molekul tersebut, yang kemudian dilepaskan sebagai cahaya. Warna cahaya tergantung pada jenis gas yang terlibat. Gas oksigen biasanya menghasilkan warna hijau dan merah, sedangkan nitrogen menghasilkan warna biru dan ungu. Inilah sebabnya mengapa Aurora Borealis sering kali menampilkan kombinasi warna-warna yang menakjubkan.

Proses ini sebagian besar terjadi di lapisan ionosfer, pada ketinggian sekitar 80 hingga 500 kilometer di atas permukaan bumi. Aurora lebih sering terlihat di dekat kutub karena medan magnet bumi memusatkan partikel bermuatan ke area tersebut.

Bertualang ke belahan bumi utara dengan lintang tinggi mendekati area kutub, memang sesuatu. Bentang alam yang sangat berbeda dengan wilayah tropis, suhu rendah ekstrem, malam yang panjang, dan manusia-manusia tangguh yang membangun habitatnya di sana memang suatu pelajaran peradaban dan sejarah kemanusiaan yang menarik.

Bahkan suku-suku Homo sapien di ujung utara Eropa itu dikenal sebagai manusia-manusia tangguh yang mampu mengarungi kerasnya terpaan badai samudera, juga dinamika iklim di berbagai belahan dunia dengan gagahnya. Mereka dikenal sebagai orang-orang Viking.

Bangsa Viking adalah kelompok maritim Skandinavia yang terkenal karena eksplorasi, perdagangan, dan penaklukan mereka selama periode yang dikenal sebagai Zaman Viking.

Periode ini berlangsung dari sekitar akhir abad ke-8 hingga pertengahan abad ke-11. Bangsa Viking berasal dari wilayah yang kini menjadi Norwegia, Swedia, dan Denmark, dan mereka dikenal sebagai petualang pemberani yang mengarungi samudra, membangun koloni, serta berdagang dan berperang di seluruh Eropa, Timur Tengah, dan bahkan Amerika Utara.

Istilah Viking sendiri berasal dari kata Nordik Kuno víkingr, yang berarti petualang. Namun, tidak semua orang Skandinavia pada masa itu adalah Viking; kata ini lebih mengacu pada orang-orang yang pergi bertualang atau berdagang di luar negeri. Mereka adalah petani, pengrajin, dan pedagang yang terampil, tetapi juga penakluk yang cukup agresif.

Orang-orang Skandinavia selama Zaman Viking menganut agama pagan, menyembah dewa-dewa seperti Odin, Thor, dan Freya, dan mereka percaya pada dunia akhirat yang dikenal sebagai Valhalla, tempat bagi prajurit yang gugur dalam pertempuran.

Meskipun sering digambarkan sebagai bangsa agresif yang gemar merusak dan menjarah, kenyataannya, Viking adalah komunitas yang sangat berbudaya, dengan sistem sosial yang terorganisir, keterampilan navigasi yang canggih, dan kemampuan berdagang yang berkembang pesat. Mereka memiliki reputasi sebagai pelaut ulung, yang dengan kapal panjang mereka (longship) mampu menjelajahi perairan terbuka dan menyusuri sungai-sungai pedalaman dengan mudah.

Zaman Viking dimulai pada tahun 793 M, ketika Viking menyerang Biara Lindisfarne di Inggris. Serangan ini menandai permulaan dari periode penaklukan dan penjarahan yang akan mereka lakukan di seluruh Eropa. Biara-biara Kristen menjadi sasaran utama karena dianggap kaya dan lemah secara pertahanan, tetapi mereka tidak berhenti hanya di sana. Selama tiga abad berikutnya, Viking menaklukkan dan mendirikan pemukiman di Inggris, Irlandia, Skotlandia, Normandia (Prancis), Islandia, Greenland, dan bahkan mencapai Vinland, yang sekarang dikenal sebagai pesisir Amerika Utara, sekitar tahun 1000 M.

Selain menjelajah, bangsa Viking juga merupakan pedagang yang sangat aktif. Mereka mengendalikan jalur perdagangan besar dari Skandinavia ke Byzantium (Kekaisaran Romawi Timur) dan Kalifat Abbasiyah di Timur Tengah. Di sepanjang perjalanan mereka, Viking tidak hanya berdagang barang-barang seperti bulu, kayu, dan logam, tetapi juga budak, yang mereka tangkap selama perjalanan.

Di Inggris, Viking mendirikan sejumlah kerajaan yang kuat, seperti Danelaw, wilayah di Inggris timur laut yang berada di bawah hukum Viking setelah Perjanjian Wedmore pada 878 M antara Raja Alfred Agung dari Wessex dan pemimpin Viking Guthrum.

Viking juga memainkan peran penting dalam pembentukan negara-negara Eropa, termasuk wilayah Normandia di Prancis, yang didirikan oleh keturunan Viking, seperti Rollo, seorang kepala suku Viking yang menjadi Adipati Normandia setelah melakukan perjanjian dengan Raja Prancis pada tahun 911 M.

Selain penjelajahan di Eropa, Viking juga terkenal karena kemampuan mereka mengarungi lautan luas. Salah satu ekspedisi paling signifikan mereka adalah kolonisasi Islandia pada akhir abad ke-9, yang kemudian diikuti oleh penemuan Greenland oleh Erik the Red sekitar tahun 985 M. Putra Erik, Leif Erikson, melangkah lebih jauh lagi dengan memimpin ekspedisi ke benua Amerika Utara, yang dia sebut Vinland. Leif Erikson diyakini sebagai orang Eropa pertama yang menginjakkan kaki di Amerika, jauh sebelum perjalanan Christopher Columbus.

Kehidupan sehari-hari Viking sangat dipengaruhi oleh struktur sosial mereka, yang terbagi menjadi beberapa kelas. Jarl adalah bangsawan atau pemimpin suku, Karl adalah petani bebas dan pedagang, sedangkan Thrall adalah pekerja. Mereka hidup di desa-desa yang tersebar dengan struktur sosial yang relatif otonom. Pertanian adalah aktivitas utama bagi sebagian besar orang Viking, tetapi masyarakat mereka juga sangat berorientasi pada maritim dan perdagangan.

Masyarakat Viking terkenal memiliki kode kehormatan yang disebut drengskapr, yang menekankan keberanian, kesetiaan, dan kehormatan dalam pertempuran. Ini sesuai dengan kepercayaan mereka bahwa mati dengan gagah berani di medan perang akan membawa mereka ke Valhalla. Selain itu, mereka juga memiliki Althing, salah satu lembaga parlemen tertua di dunia yang didirikan di Islandia pada tahun 930 M, menunjukkan betapa pentingnya konsep pemerintahan dan hukum di masyarakat mereka.

Sebelum menganut agama Nasrani/Kristen, Viking menyembah berbagai dewa dan dewi dalam kepercayaan Norse. Dewa utama dalam mitologi Viking adalah Odin, dewa kebijaksanaan, perang, dan kematian, yang sering dikaitkan dengan Valhalla, tempat peristirahatan terakhir bagi para pejuang yang gugur. Thor, dewa petir dan pelindung umat manusia, juga menjadi salah satu dewa paling populer. Freya, dewi cinta dan kesuburan, dan Loki, dewa yang sering kali licik dan penuh tipu daya, turut mewarnai cerita-cerita dan mitos Viking.

Ritual keagamaan Viking sering kali dilakukan di luar ruangan, di situs-situs alam seperti pohon suci atau sumber air. Mereka juga melakukan pengorbanan hewan dan terkadang manusia untuk memohon keberuntungan dalam pertempuran atau untuk keberhasilan panen. Viking percaya bahwa dewa-dewa mereka sangat terlibat dalam kehidupan sehari-hari, mempengaruhi cuaca, hasil pertanian, dan keberuntungan di medan perang.

Zaman Viking mulai berakhir pada abad ke-11 ketika para raja di Skandinavia mulai memeluk agama Kristen. Proses Kristenisasi dimulai secara bertahap, dan salah satu peristiwa paling penting dalam transformasi ini adalah pembaptisan Raja Denmark Harald Bluetooth pada tahun 960-an. Lambat laun, agama Kristen menggantikan kepercayaan pagan lama, dan kerajaan-kerajaan Viking mulai lebih berfokus pada pembangunan negara dan pertanian daripada perang dan penaklukan.

Dengan perkembangan ekonomi dan politik di Eropa, serangan Viking menjadi semakin jarang, dan bangsa Viking mulai lebih terintegrasi ke dalam sistem kekuasaan Eropa. Pada awal abad ke-12, Zaman Viking dianggap telah berakhir, tetapi warisan mereka tetap hidup dalam budaya, mitos, dan sejarah banyak negara Eropa.

Warisan Viking masih terasa kuat hingga hari ini, terutama di negara-negara Skandinavia. Banyak nama tempat, tradisi, dan bahasa di Eropa yang masih mencerminkan pengaruh Viking. Mereka juga meninggalkan jejak budaya yang mendalam, terutama dalam cerita-cerita rakyat, legenda, dan simbol-simbol seperti kapal naga atau simbol Thor’s hammer (Mjölnir) yang masih dipakai dalam seni dan budaya pop.

Seperti kapal legenda Viking Gokstad dan Oseberg yang telah mengarungi Samudera Atlantik sampai batas-batas dunia saat itu, perjalanan saya di negara api utara ini pun beralih dari desa ke kota-kota Skandinavia dengan jalan-jalan cobblestone nya. Penuh eksotika dan misteri, terutama saat malam-malam panjang menyekap matahari agar menjauhi langit lintang utara.

Sebagai seorang penikmat sejarah, berjalan menyusuri jalan-jalan kota Stockholm adalah seperti membuka halaman demi halaman buku sejarah yang hidup. Kota ini, dengan arsitektur kuno dan labirin jalannya, terasa seolah memancarkan kisah-kisah dari masa lalu. Stockholm tidak hanya indah secara visual, tetapi juga sarat dengan cerita-cerita bersejarah yang menanti untuk diungkap.

Perjalanan saya dimulai di Gamla Stan, pusat kota tua yang telah berdiri sejak abad ke-13. Memasuki kawasan ini, saya langsung terpesona oleh Stortorget, alun-alun utama dengan bangunan warna-warni yang menghiasi sekelilingnya. Di sini, sejarah tragis Stockholm Bloodbath (1520) terungkap, ketika raja Denmark, Christian II, mengeksekusi para bangsawan Swedia untuk memperkuat kekuasaannya. Legenda mengatakan bahwa setelah pembantaian itu, darah mengalir di jalan-jalan berbatu, yang kabarnya masih meninggalkan jejak samar di sela-sela batu pada hari hujan.

Tidak jauh dari Stortorget, saya mengunjungi Katedral Storkyrkan. Katedral ini menyimpan patung perunggu yang menggambarkan St. George dan Naga, sebuah alegori kemenangan Swedia melawan Denmark. Cerita rakyat menceritakan bahwa St. George membunuh naga untuk menyelamatkan seorang putri, tetapi bagi orang Swedia, patung ini melambangkan kemenangan atas musuh mereka pada masa itu.

Beberapa langkah dari Gamla Stan, berdiri megah Istana Kerajaan Stockholm (Kungliga Slottet), sebuah bangunan besar yang menjadi rumah resmi keluarga kerajaan Swedia. Saya berjalan di sepanjang koridornya yang panjang dan mengagumi perpaduan gaya Barok dan Rokoko dalam desain interiornya. Yang menarik, di bawah istana ini terdapat reruntuhan kastil Tre Kronor, istana kuno yang terbakar pada 1697. Istana ini pernah menjadi pusat kekuasaan Kerajaan Swedia, dan saya bisa merasakan energi sejarah yang masih melekat di dinding-dindingnya.

Museum Tre Kronor, yang terletak di dalam istana dan menyimpan banyak artefak bersejarah. Di sini, saya mendengar legenda tentang Birger Jarl, pendiri Stockholm, yang menurut cerita bersekutu dengan makhluk-makhluk gaib untuk melindungi kota dari invasi.

Setelah menjelajahi Gamla Stan dan Istana, saya memutuskan untuk mengunjungi Djurgården, sebuah pulau yang tidak hanya dipenuhi dengan taman hijau tetapi juga museum-museum bersejarah. Salah satu yang paling menarik bagi saya adalah Museum Vasa, tempat kapal perang Vasa yang tenggelam pada pelayaran perdananya tahun 1628, dipamerkan. Kisah kapal ini adalah salah satu tragedi terbesar di Swedia, namun menariknya, legenda mengatakan bahwa kapal ini dikutuk oleh para pembuat kapal yang marah karena tekanan dari penguasa untuk mempercepat pembangunannya, mirip dengan legenda keris Mpu Gandring di jaman Ken Arok ya?

Tidak jauh dari Museum Vasa, saya mengunjungi Skansen, museum terbuka tertua di dunia, yang menampilkan rumah-rumah tradisional dan bangunan dari seluruh Swedia. Berjalan di antara bangunan-bangunan kayu ini, saya merasa seolah melangkah mundur ke masa lalu, melihat bagaimana kehidupan orang Swedia pada zaman dahulu. Di sini, saya mendengar kisah-kisah tentang para Tomte, makhluk kecil penjaga rumah dalam mitologi Nordik, yang dipercaya membawa keberuntungan jika dihormati, tetapi juga bisa menjadi pembawa kesialan jika dilupakan.

Perjalanan sejarah saya berakhir di Riddarholmen, pulau kecil yang menjadi tempat peristirahatan terakhir para raja Swedia. Riddarholmskyrkan, gereja kuno di pulau ini, memiliki menara khas dengan baja yang dihias indah. Saat saya masuk, suasana hening dan khidmat menyelimuti. Di dalamnya terdapat makam-makam raja dari berbagai dinasti, termasuk Gustav II Adolf, salah satu raja paling terkenal dalam sejarah Swedia.

Di luar gereja, saya melihat Riddarhuset atau House of Nobility, gedung yang berfungsi sebagai pusat aristokrasi Swedia selama berabad-abad. Bangunan ini menyimpan banyak kisah tentang konspirasi politik dan intrik yang mewarnai kehidupan bangsawan Swedia. Beberapa sumber menyebutkan adanya hantu-hantu bangsawan yang gentayangan di malam hari, menuntut keadilan atas nasib mereka di dunia.

Stockholm menurut saya bukan sekedar kota yang indah secara estetik dan fisik saja, tetapi juga penuh dengan lapis sejarah dan legenda yang memberikan kedalaman emosional dalam setiap sudutnya. Setiap bangunan, dari Istana Kerajaan hingga gereja-gereja tua, bercerita tentang masa lalu yang penuh dengan kekuasaan, intrik, dan tragedi. Stockholm bagi saya bukan sekadar tujuan wisata, tetapi destinasi perjalanan yang dapat memperkaya jiwa dan pikiran, membawa saya lebih dekat pada jejak-jejak sejarah yang membentuk dunia kita saat ini.

Oslo menyambut saya dengan atmosfer Skandinavia yang tenang namun sarat dengan narasi dari masa lalu yang dalam. Kota ini, yang dulunya dikenal sebagai Kristiania, menggabungkan keindahan alam fjord dengan arsitektur yang menyimpan kisah-kisah kerajaan, mitologi Norse, hingga masa modern Norwegia. Setiap langkah yang saya ambil di ibu kota Norwegia ini seperti melintasi alur sejarah bangsa Viking hingga era kontemporer yang penuh dengan inovasi dan perdamaian.

Saya memulai perjalanan saya di Benteng Akershus, salah satu benteng paling bersejarah di Oslo, berdiri sejak akhir abad ke-13 atas perintah Raja Haakon V. Benteng ini, yang dulunya merupakan kastil dan tempat peristirahatan raja-raja Norwegia, berdiri kokoh di atas bukit yang menghadap Oslofjord. Menyusuri dinding-dinding batu benteng yang tebal, saya dapat merasakan kehadiran masa lalu yang masih hidup.

Pada masa invasi Jerman dalam Perang Dunia II, benteng ini digunakan oleh pasukan Nazi sebagai markas dan tempat eksekusi. Sebuah legenda lokal menceritakan bahwa benteng ini dijaga oleh arwah seorang prajurit tanpa kepala yang berpatroli pada malam hari untuk memastikan tidak ada ancaman yang mendekat.

Berjalan di dalam benteng, saya menemukan Mausoleum Raja Haakon VII dan Raja Olav V, di mana kedua raja ini dimakamkan. Benteng ini tidak hanya menjadi saksi perang, tetapi juga tempat penting dalam menjaga simbol-simbol kerajaan Norwegia. Pandangan dari benteng yang menghadap ke Oslofjord memberikan perspektif menakjubkan tentang bagaimana benteng ini dulu melindungi kota dari serangan laut.

Setelah menjelajahi Benteng Akershus, saya melangkah menuju Oslo Rådhus (Balai Kota Oslo). Gedung ini, meskipun dibangun pada abad ke-20, adalah tempat perhelatan Nobel Perdamaian setiap tahunnya, memberikan nuansa sejarah modern yang tak kalah pentingnya. Di dalam balai kota ini, terdapat mural-mural indah yang menggambarkan mitologi Norse serta sejarah Norwegia modern.

Saya terkesan dengan bagaimana Oslo berhasil menggabungkan seni, politik, dan warisan budaya dalam satu gedung yang megah ini.

Bangunan yang tampak sederhana dari luar ini menyimpan kisah besar tentang kontribusi Norwegia terhadap perdamaian dunia, dan setiap sudutnya terasa penuh makna. Di salah satu sudut, ada sebuah patung yang menggambarkan Yggdrasil, pohon kehidupan dalam mitologi Norse, yang menurut kepercayaan kuno, menghubungkan dunia manusia, para dewa, dan alam kematian.

Berjalan lebih jauh ke arah barat, saya tiba di Vigeland Park, taman patung terbesar di dunia yang seluruhnya dirancang oleh seniman Norwegia Gustav Vigeland. Di sini, lebih dari 200 patung perunggu dan granit menghiasi taman, yang semuanya menggambarkan berbagai fase kehidupan manusia, mulai dari kelahiran, cinta, hingga kematian. Salah satu patung paling ikonik adalah Monolit, menara setinggi 14 meter yang terdiri dari sosok-sosok manusia yang saling berpilin, melambangkan perjuangan hidup dan kematian.

Taman ini terasa seperti narasi visual tentang perjalanan hidup manusia, dan ada kisah yang mengatakan bahwa beberapa pengunjung telah merasakan aura mistis di sekitar patung-patung ini, seolah mereka menghidupkan jiwa manusia yang tertangkap dalam batu. Legenda setempat juga menyebutkan bahwa Monolit dapat menjadi penghubung antara dunia manusia dan alam roh, sebuah konsep yang sejalan dengan mitologi Norse tentang keseimbangan hidup dan mati.

Saya melanjutkan perjalanan ke Katedral Oslo, yang pertama kali dibangun pada abad ke-17. Gereja ini menjadi tempat penting dalam sejarah Norwegia, baik sebagai pusat keagamaan maupun saksi dari berbagai peristiwa nasional. Di sini, saya dapat merasakan keheningan spiritual yang menyelimuti ruangan, terutama saat berdiri di bawah langit-langit yang dihiasi lukisan-lukisan Barok.

Menurut cerita yang beredar, ada satu bangku di katedral ini yang tidak boleh diduduki oleh sembarang orang, karena arwah seorang pendeta yang meninggal secara tragis di dalam gereja masih sering terlihat duduk di sana pada malam hari. Selain itu, katedral ini juga menjadi tempat di mana banyak peristiwa penting bagi keluarga kerajaan Norwegia, termasuk upacara pernikahan dan pemakaman.

Menutup perjalanan saya di Oslo, saya mendaki ke Frognerseteren, sebuah pondok kayu tradisional di pinggiran Oslo yang menawarkan pemandangan memukau ke seluruh kota dan Oslofjord. Tempat ini dulunya merupakan tempat peristirahatan bagi para bangsawan dan pejabat penting Norwegia, dan kini menjadi lokasi favorit bagi para wisatawan yang ingin menikmati pemandangan sambil mengenang masa lalu. Legenda Norse mengatakan bahwa gunung di sekitar Frognerseteren dihuni oleh troll, makhluk raksasa dalam mitologi Nordik yang dipercaya menjaga alam pegunungan.

Di sini, saya merasakan hubungan mendalam antara alam Norwegia dan sejarah budayanya. Pepohonan yang menjulang tinggi, udara pegunungan yang segar, dan pemandangan indah dari puncak Frognerseteren membawa ketenangan sekaligus memberi kesadaran akan pentingnya menjaga warisan alam dan sejarah Norwegia.

Tak dapat dipungkiri bahwa Oslo adalah kota yang tidak hanya memiliki sejarah panjang, tetapi juga berhasil menjaga keseimbangan antara masa lalu, seni, dan inovasi. Setiap tempat, dari Benteng Akershus hingga taman-taman modern, memiliki cerita yang membawa kita kembali ke era Viking, kerajaan, hingga kontribusi Norwegia terhadap perdamaian dunia. Dalam setiap perjalanan, saya tidak hanya menemukan fakta sejarah, tetapi juga legenda dan mitos yang hidup dalam imajinasi masyarakatnya. Oslo, seperti halnya Stockholm, adalah perjalanan sejarah yang memperkaya jiwa dan membuka wawasan tentang kekuatan budaya Skandinavia yang abadi.

Helsinki, ibu kota Finlandia, adalah kota yang memadukan keindahan arsitektur klasik dengan modernitas, sekaligus menyimpan sejarah panjang yang dibentuk oleh pengaruh Kekaisaran Swedia dan Rusia. Sebagai penikmat sejarah, setiap sudut kota ini membawa saya lebih dalam ke masa lalu yang kaya akan peristiwa penting, legenda, dan mitos. Helsinki adalah sebuah kota yang tampaknya tenang, namun di balik keindahan laut Baltik dan pulau-pulaunya, tersembunyi cerita yang penuh intrik dan pengaruh budaya yang mendalam.

Saya memulai perjalanan saya di Senate Square, jantung bersejarah Helsinki yang dikelilingi oleh beberapa bangunan paling ikonik di Finlandia. Di tengah lapangan berdiri patung Tsar Alexander II, sosok yang dihormati karena memberikan otonomi lebih kepada Finlandia selama masa pemerintahannya di bawah Kekaisaran Rusia. Di sisi lain dari lapangan, berdiri megah Katedral Helsinki, dengan kubah putih yang mendominasi cakrawala kota. Katedral ini, dirancang oleh arsitek terkenal Carl Ludvig Engel, adalah lambang neoklasikisme yang megah di tengah pusat kota.

Mengelilingi bangunan-bangunan ini, saya merasakan jejak sejarah yang masih tertinggal dari era Swedia hingga Rusia. Kisah-kisah tentang perubahan kekuasaan di Finlandia, terutama perjuangannya untuk kemerdekaan, seakan terekam dalam batu-batu bangunan yang saya pijak. Legenda setempat mengatakan bahwa lapangan ini pernah menjadi tempat pertemuan rahasia antara pejuang kemerdekaan Finlandia yang merencanakan langkah-langkah mereka melawan kekuasaan asing.

Setelah menikmati kemegahan Senate Square, saya menaiki perahu menuju Suomenlinna, benteng laut yang dibangun pada pertengahan abad ke-18 ketika Finlandia masih menjadi bagian dari Swedia. Suomenlinna, yang artinya Kastil Finlandia, berdiri kokoh di beberapa pulau kecil di lepas pantai Helsinki. Benteng ini pernah dijuluki Gibraltar di Utara karena posisinya yang strategis dalam mengendalikan Laut Baltik.

Berjalan di sepanjang tembok benteng yang tebal, saya jadi terbayang bagaimana benteng ini dahulu menyaksikan pergantian kekuasaan antara Swedia, Rusia, dan akhirnya Finlandia. Meskipun dirancang untuk menjadi benteng tak tertaklukkan, Suomenlinna akhirnya jatuh ke tangan Rusia tanpa perlawanan besar pada 1808, yang menandai akhir kekuasaan Swedia di Finlandia.

Ada mitos yang berkembang di kalangan penduduk lokal bahwa di salah satu terowongan gelap Suomenlinna, arwah para prajurit yang gugur masih berkeliaran, menjaga benteng dari invasi musuh. Saat angin malam berhembus melalui lorong-lorong sempit, suasana misterius terasa kental, membawa saya kembali ke masa lalu yang penuh ketegangan.

Setelah meninggalkan Suomenlinna, saya menuju Gereja Kallio, sebuah gereja yang didirikan pada awal abad ke-20 di distrik Kallio yang dulunya merupakan wilayah kelas pekerja. Gereja ini dibangun dengan gaya Art Nouveau, dan meskipun tergolong baru dibandingkan dengan bangunan lain di Helsinki, gereja ini menyimpan banyak cerita tentang masa sulit Finlandia selama Perang Saudara 1918.

Di sekitar gereja, saya mendengar cerita tentang para warga sipil yang berlindung di gereja ini saat perang berkecamuk, menjadikannya tempat suci sekaligus simbol pengorbanan. Dalam arsitektur gereja ini, terdapat simbolisme kuat yang menggambarkan kekuatan dan ketahanan rakyat Finlandia, terutama selama periode konflik politik. Menurut legenda, lonceng gereja Kallio dikatakan dapat terdengar hingga jarak yang sangat jauh, seolah-olah membawa pesan perdamaian dan pengingat akan masa-masa sulit yang telah dilalui Finlandia.

Selanjutnya, saya melangkah menuju Gereja Temppeliaukio, yang lebih dikenal sebagai Rock Church. Gereja ini dibangun langsung di dalam batu granit, dan menjadi salah satu keajaiban arsitektur modern di Helsinki. Saat masuk ke dalamnya, saya disambut oleh atmosfer spiritual yang unik, dinding batu alami yang tidak dipoles memberikan nuansa primitif, sementara kubah kaca membuat cahaya alami dapat masuk dengan lembut. Gereja ini seolah menjadi simbol hubungan harmonis antara manusia, alam, dan spiritualitas.

Banyak yang percaya bahwa lokasi gereja ini dulunya merupakan tempat pemujaan kuno bagi suku-suku Finlandia pra-Kristen. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa roh-roh alam masih menjaga tempat ini, menjadikannya situs suci bagi para pencari ketenangan. Suara organ yang dipantulkan oleh dinding batu menciptakan gema yang membuat suasana menjadi magis, seolah-olah suara dari dunia lain sedang mengalir melalui batu-batu kuno ini.

Perjalanan saya berlanjut ke Seurasaari, sebuah pulau museum terbuka yang didedikasikan untuk melestarikan bangunan dan tradisi Finlandia dari masa lalu. Pulau ini dipenuhi dengan rumah-rumah kayu dan bangunan tradisional yang dipindahkan dari berbagai penjuru Finlandia, memungkinkan saya untuk melihat bagaimana kehidupan pedesaan Finlandia pada zaman dahulu.

Pulau ini juga terkenal dengan legenda Seurasaari Elf, makhluk halus dalam mitologi Finlandia yang dikatakan tinggal di dalam hutan-hutan pulau. Elf ini dipercaya menjaga pulau dari bahaya dan menjaga keseimbangan alam. Saat berjalan melalui hutan lebat dan bangunan kayu kuno, saya merasa seolah-olah sedang berada di dimensi lain, di mana sejarah dan mitologi bercampur menjadi satu.

Helsinki bagi kita, bangsa Indoensia, juga punya tautan sejarah yang amat erat, karena dari kota inilah dahulu inisiatif perdamaian di Aceh diawali.

Kota terakhir di Skandinavia sebelum saya melanjutkan perjalanan melalui jalur udara ke Moskwa untuk menikmati eksotika perjalanan kereta Trans Siberia dan kunjungan singkat ke negara-negara “surga” di tapal batas Asia seperti Azerbaijan dan Kazakhstan, adalah Copenhagen. Kota putri duyung, demikian banyak di antara kita menyebutnya.

Copenhagen, ibu kota Denmark, adalah kota yang menyimpan jejak sejarah yang panjang dari zaman Viking hingga era modern, di mana kemegahan kerajaan dan inovasi kontemporer hidup berdampingan.

Sebagai pencinta dan penikmat sejarah, setiap sudut Copenhagen mengundang saya untuk memahami lebih dalam tentang kejayaan masa lalu Denmark, kekuatan maritimnya, dan kisah-kisah rakyat yang kaya akan mitos dan legenda.

Saya memulai perjalanan saya di Nyhavn, pelabuhan abad ke-17 yang kini dikenal dengan deretan rumah-rumah berwarna cerah yang berjajar di sepanjang kanal. Dulunya, Nyhavn adalah pusat perdagangan dan kehidupan laut, di mana kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia datang dan pergi, membawa barang-barang serta kisah dari lautan lepas. Nyhavn pernah menjadi tempat yang ramai oleh para pelaut dan pedagang, dan di sinilah penulis terkenal Hans Christian Andersen pernah tinggal, menciptakan beberapa dongeng terkenalnya.

Berjalan di sepanjang kanal, saya membayangkan kehidupan pelaut yang penuh petualangan dan bahaya. Ada legenda lokal yang menceritakan bahwa beberapa rumah di Nyhavn dihuni oleh arwah pelaut yang tenggelam di laut, dan pada malam yang sunyi, kadang-kadang terdengar suara langkah kaki mereka di jalan berbatu. Nyhavn hari ini adalah perpaduan indah antara sejarah dan kehidupan modern, di mana kafe-kafe yang ramai hidup berdampingan dengan kisah-kisah lama yang terus berbisik melalui angin laut.

Setelah meninggalkan Nyhavn, saya berjalan menuju Istana Amalienborg, kediaman resmi keluarga kerajaan Denmark. Amalienborg terdiri dari empat bangunan megah yang mengelilingi alun-alun berbentuk oktagonal, yang dijaga oleh para prajurit berpakaian biru tua dengan topi bulu beruang yang khas. Istana ini tidak hanya simbol kekuasaan monarki Denmark, tetapi juga tempat bersejarah yang menjadi saksi berbagai peristiwa penting, termasuk pengambilan sumpah raja-raja Denmark.

Sejarah istana ini dimulai pada abad ke-18, ketika Copenhagen mengalami kebakaran besar yang merusak sebagian besar kota. Saat itu, keluarga kerajaan berpindah ke Amalienborg, dan sejak itu, istana ini menjadi pusat kekuasaan Denmark. Di tengah alun-alun berdiri patung Raja Frederick V, penguasa yang memainkan peran penting dalam pembangunan arsitektur kota. Ada cerita yang mengatakan bahwa saat malam bulan purnama, bayangan patung Frederick V tampak hidup dan seolah-olah mengawasi kota, memastikan kemakmurannya tetap terjaga.

Tidak jauh dari Amalienborg, saya melangkah ke Kastil Rosenborg, istana renaisans yang dibangun oleh Raja Christian IV pada awal abad ke-17. Kastil ini adalah salah satu bangunan paling indah di Denmark, dan di dalamnya terdapat Mahkota Denmark serta permata kerajaan yang luar biasa. Rosenborg dibangun sebagai tempat peristirahatan musim panas, namun seiring waktu, ia menjadi simbol kekayaan dan kejayaan kerajaan Denmark.

Saat menjelajahi interior kastil yang megah, saya dikelilingi oleh artefak bersejarah yang mencerminkan kejayaan Denmark di masa lalu, termasuk tahta kerajaan yang dihiasi oleh unicorn, hewan mitologis yang melambangkan kekuasaan dan kemurnian. Ada kisah lama yang mengatakan bahwa Rosenborg dijaga oleh roh para raja Denmark yang telah wafat, dan pada malam tertentu, mereka dikatakan berjalan di lorong-lorong kastil, menjaga harta karun yang tak ternilai.

Perjalanan wisata sejarah saya membawa saya ke tempat yang sangat berbeda, Christiania, sebuah wilayah di Copenhagen yang dikenal sebagai “kota bebas”. Christiania adalah sebuah komunitas mandiri yang didirikan pada tahun 1971 oleh sekelompok orang yang mengambil alih bekas pangkalan militer. Meskipun ini adalah tempat yang lebih modern, Christiania adalah simbol dari pemberontakan dan keinginan untuk kebebasan yang telah lama ada dalam sejarah Denmark.

Mengelilingi area ini, saya merasa seolah-olah sedang berada di dunia lain, di mana seni jalanan, kafe-kafe, dan kehidupan komunal berpadu dengan narasi masa lalu yang penuh dengan semangat kebebasan. Di sini, orang-orang hidup tanpa batasan-batasan konvensional, dan ada cerita bahwa Christiania dibangun di atas tanah yang memiliki energi spiritual yang kuat. Banyak yang percaya bahwa roh-roh kuno dari zaman Viking masih mengawasi wilayah ini, menjaga komunitas agar tetap bebas dan damai.

Perjalanan saya tidak akan lengkap tanpa mengunjungi Kastil Kronborg, yang terletak di luar kota Copenhagen, tepatnya di Helsingør. Kastil ini lebih dikenal di seluruh dunia sebagai Elsinore, latar dari drama terkenal Shakespeare, Hamlet. Kronborg adalah benteng strategis yang mengawasi Selat Øresund, titik penting di jalur pelayaran antara Laut Utara dan Laut Baltik.

Saat berjalan di sepanjang koridor kastil yang megah, saya dapat merasakan kehadiran sejarah yang besar. Kronborg adalah pusat kekuasaan Denmark pada abad ke-16 dan 17, serta tempat penting dalam sejarah Eropa. Namun, yang lebih menarik adalah kisah mistis yang melingkupi kastil ini. Menurut legenda, Holger Danske, seorang pahlawan Denmark yang terkenal, tidur di dalam ruang bawah tanah kastil ini, menunggu saat ketika Denmark membutuhkan bantuannya untuk bangkit dan melawan musuh-musuhnya. Lha yang ini kok malah mirip sekali dengan legenda Kumbokarno, adik dari Prabu Rahwana, raja Alengkadirja dalam epos Ramayana ya?

Kembali ke pusat kota Copenhagen, saya melanjutkan perjalanan ke Rundetårn atau Menara Bundar, sebuah menara observasi yang dibangun pada abad ke-17 oleh Raja Christian IV sebagai bagian dari kompleks Trinitatis yang terdiri dari gereja, perpustakaan universitas, dan observatorium. Rundetårn adalah simbol penting dari kemajuan ilmu pengetahuan dan pencerahan di Denmark, dan dari puncaknya, saya bisa melihat panorama indah seluruh kota Copenhagen.

Menurut legenda, Rundetårn juga memiliki koneksi dengan astrologi dan mitologi. Beberapa orang percaya bahwa menara ini dirancang untuk meniru tangga ke surga, simbol dari perjalanan spiritual manusia menuju pengetahuan dan pencerahan. Selain itu, ada cerita tentang roh-roh yang menjaga observatorium pada malam hari, menjaga rahasia alam semesta yang tersembunyi di langit.

Di penghujung perjalanan, jika dipikir-pikir lucu juga ya, ternyata dari berbagai situs budaya, area bersejarah, dan kisah-kisah folklor dari masa lalu di Eropa yang kini masyarakatnya terkenal rasional, sistematik dalam berpikir, serta selalu mengedepankan pendekatan berbasis logika, justru banyak dijumpai hal-hal yang terkait dengan aspek mistis dan magis yang mewarnai berbagai elemen budaya yang sebagian bahkan sudah menjadi mitos dan legenda yang tak terpisahkan dan hidup di alam bawah sadar sebagian besar masyarakatnya secara turun temurun.

Seperti cerita tentang Smong yang masih terus hidup di tengah ingatan masyarakat pulau Simeulue Aceh, yang ternyata berisi nasehat mitigasi bencana, dan terbukti pada 26 Desember 2004 dapat menyelamatkan sebagian besar penduduk pulau di Samudera Indonesia itu dari musibah hantaman gelombang tsunami pasca gempa berskala 9,2 SR itu.

Uniknya di salah satu kedai kopi di dekat kota free will Christiania justru saya mendengar informasi tentang Peta Orang Jawa, yang menurut sebagian sejarawan Eropa adalah salah satu faktor penting yang membuat para penjelajah samudera Eropa terpantik untuk menemukan rute terbaik ke kepulauan Zamrud Khatulistiwa.

Lebih unik lagi fakta-fakta itu didiskusikan dengan sangat asyik di kedai antik ditemani kopi cantik yang ternyata bijinya adalah biji Arabica dari tanah Jawa. Kok bisa? Biji kopi yang sudah mengarungi jarak sekitar 10.836 km dari Tanjung Priuk sampai Copenhagen, membawa pesan tersembunyi tentang istimewanya negeri yang selama ini selalu dicari para penjelajah bahari.

Tapi kembali ke soal Aurora yang muncul hanya di wilayah dekat kutub utara dan selatan Bumi, saya jadi ragu, semula saya berpikir sayalah sedikit orang Indonesia yang cukup beruntung bisa melihat fenomena ajaib itu, tetapi melihat fakta-fakta hebatnya capaian ilmu navigasi para pelaut Nusantara, jangan-jangan sudah banyak orang Indonesia dari berabad-abad yang lalu singgah di titik ujung utara Eropa ini. Sebagaimana juga banyak pencari Teripang telah datang ke benua Australia berabad-abad yang lalu.

Bukankah orang-oeang suku Bajau yang sedemikian dekatnya dengan laut bisa berkelana kemana saja di semua samudera yang ada di dunia? Sengkang, salah satu tokoh Bajau Torosiaje saja, mampu hidup di dalam air dalam waktu yang tak mungkin dilakukan manusia biasa, apalagi cuma berlayar ke Eropa kan?🙏🏾🙏🏾🇲🇨

medio November di tahun yang dirahasiakan

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts