Tauhid Nur Azhar

Mengenal Raffles

Perjalanan edukatif dengan genre walking tour yang digagas oleh Seluas Tanah Merah diawali di museum Pos Indonesia, dan ndilalah display edukasi pertama ternyata berisi keterangan tentang Sir Stamford Raffles.

Dr (Can) Resza Yushardiansyah dengan gercep menodong saya untuk menceritakan sedikit tentang siapa sebenarnya tokoh yang satu ini (Raffles). Walhasil dengan sisa-sisa memori saat membaca biografinya saat saya duduk di kelas 3 SD Moestopo Beragama yang lokasi sekolahnya tepat berada di pojok jalan antara Jl Sayang Sumbi dan Jl Ir Haji Djuanda alias Dago, sayapun mulai bercerita dengan sisa pengetahuan secara apa adanya.

Sir Thomas Stamford Raffles adalah seorang tokoh penting dalam sejarah kolonial Inggris di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia.

Raffles lahir pada 6 Juli 1781 di Jamaika dan memulai kariernya di British East India Company. Kiprahnya di Indonesia dimulai pada awal abad ke-19, ketika ia memainkan peran utama dalam administrasi kolonial Inggris di kepulauan tersebut.

Pada tahun 1811, setelah kekalahan Belanda oleh Prancis dalam perang Napoleon, Inggris mengambil alih kontrol atas wilayah-wilayah kolonial Belanda di Asia. Raffles diangkat sebagai Gubernur-Jenderal Hindia Belanda pada tahun yang sama, menggantikan pemerintahan kolonial Belanda yang sudah lemah.

Selama masa pemerintahannya di Indonesia (1811-1816), Raffles dikenal karena melakukan berbagai reformasi administratif, sosial, dan ekonomi. Beberapa kebijakan penting yang diperkenalkannya meliputi:

1. Penghapusan Perbudakan: Raffles adalah seorang abolisionis yang kuat. Dia berusaha menghapuskan praktik perbudakan di wilayah kekuasaannya, meskipun ini tidak sepenuhnya berhasil pada masa itu.

2. Sistem Pajak Tanah, Raffles menggantikan sistem pajak yang korup dan eksploitatif dengan sistem pajak tanah yang lebih adil dan terstruktur, yang dikenal sebagai Land Rent System. Ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah kolonial sekaligus meringankan beban rakyat.

3. Penelitian dan Kebudayaan, Raffles sangat tertarik pada sejarah dan kebudayaan lokal. Dia mendukung penelitian arkeologi dan studi etnografi, yang paling terkenal adalah penemuannya terhadap reruntuhan Borobudur di Jawa. Karyanya History of Java memberikan sumbangan besar bagi pemahaman tentang sejarah dan kebudayaan Jawa. Raffles dengan dibantu Residen Crawfurd yang mendorong dimulainya pemerintahan Paku Alam di Jogja, sebagai pendamping Hamengkubuwono.

4. Memperkenalkan konsep mengemudi di sisi kiri jalan sebagaimana di Britania Raya

Raffles juga memprakarsai pembangunan infrastruktur, seperti jalan dan pelabuhan, yang bertujuan untuk memperbaiki perdagangan dan komunikasi antar wilayah. Salah satu inisiatifnya adalah pembukaan jalan dari Jakarta (dulu Batavia) ke Bogor (dulu Buitenzorg), yang masih terkenal hingga kini.

Masa kekuasaan Raffles di Indonesia berakhir pada tahun 1816 ketika Belanda mendapatkan kembali kontrol atas wilayah-wilayah kolonial mereka setelah jatuhnya Napoleon. Raffles kembali ke Inggris, namun kontribusinya di Indonesia tetap dikenang.

Legacy Raffles

Sir Stamford Raffles meninggalkan warisan yang beragam di Indonesia. Meskipun masa pemerintahannya relatif singkat, reformasi dan kontribusinya pada penelitian kebudayaan dan sejarah Indonesia diakui secara luas.

Raffles dianggap sebagai seorang administrator yang progresif dan visioner, meskipun beberapa kebijakannya juga mendapat kritik.

Setelah meninggalkan Indonesia, Raffles melanjutkan kariernya dengan mendirikan Singapura pada tahun 1819, yang kemudian berkembang menjadi salah satu pusat perdagangan paling penting di Asia Tenggara.

Kisah dan kiprah Raffles di Indonesia adalah bagian integral dari sejarah kolonial di wilayah tersebut, menunjukkan bagaimana pengaruh kolonial Eropa membentuk dinamika sosial, ekonomi, dan budaya lokal pada masa itu. Beberapa milestone yang mewarnai perjalanan hidup Raffles saya coba rangkum dalam beberapa sub topik berikut;

Geger Sepahi

Bagi masyarakat Jogja dan sekitarnya, sosok Raffles memang kerap dipandang secara ambivalen. Ada banyak jasa, termasuk dalam proses penemuan berbagai peninggalan purbakala Indonesia, khususnya dari era Mataram kuno dan Medang, tapi ada pula yang kurang berkenan dengan kiprahnya di bidang politik kolonisasi pada saat itu, terutama yang terkait dengan peristiwa Geger Sepahi.

Geger Sepahi atau Geger Sepoy merupakan penyerbuan pasukan Inggris terhadap Kraton Yogyakarta pada tanggal 19-20 Juni 1812.

Peristiwa Geger Sepoy berawal ketika pada tahun 1811 Inggris mulai berkuasa di Jawa sejalan dengan dinamika perang Eropa. Perwakilan Inggris di pulau Jawa yang kala itu dipimpin oleh Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffless, ingin mengendalikan sepenuhnya Pulau Jawa dan mempertahankannya dari serangan negara lain, khususnya Perancis dan Belanda yang merupakan aliansi dalam perang di Eropa.

Raffles kemudian mengirim residen-residen ke wilayah-wilayah di Jawa, termasuk kerajaan-kerajaan yang ada di pulau tersebut. Kedatangan Inggris untuk mengendalikan Jawa mendapat tentangan, salah satunya dari Sultan Hamengkubuwono II yang bekerjasama dengan Sunan Pakubuwono IV.

Raffles mengutus John Crawfurd dan Pangeran Notokusumo untuk berdiplomasi dengan Sultan Hamengkubuwono II. Jalan diplomasi menemui titik buntu dan berakhir dengan upaya penaklukan Kasultanan Yogyakarta.

Peristiwa Geger Sepoy dimulai dengan perencanaan yang matang. Pasukan yang dipimpin Inggris terdiri dari pasukan kerajaan Eropa dan pasukan Sepoy sebanyak 1200 orang, pasukan Surakarta, Legiun Mangkunegaran sebanyak 800 orang, serta dukungan dari Pangeran Notokusumo dan Tan Jin Sing.

Serangan dimulai saat pasukan artileri Inggris mulai menyulut meriam mereka padaa 18 Juni 1812 setelah diplomasi terakhir gagal dan dibalas dengan meriam pasukan sutabel keraton.

Selama dua hari, peperangan terjadi di luar benteng Baluwerti keraton dan juga saling tembak meriam dan persenjataan artileri lainnya. Kemudian pada subuh dini hari 20 Juni 1812, pasukan Inggris melakukan serangan dadakan melalui regol dan lini belakang pertahanan keraton.

Pertahanan Kraton Yogyakarta jebol dan pasukan gabungan Inggris yang didominasi Brigade Sepoy dari India, masuk melalui Plengkung Tarunasura, Nirbaya, dan Alun-Alun Utara.

Sultan Hamengkubuwono II ditangkap beserta para pangeran dan bangsawan yang masih bertahan di dalam keraton. Keraton Yogyakarta berhasil diduduki dan terjadi penjarahan terhadap harta-harta dan kekayaan intelektual yang ada di dalamnya.

HB II sendiri di buang ke Penang Malaysia, jadi pada awal abad ke 19 ada Sultan Jawa di Pulau Penang. Selanjutnya Adipati Anom Surojo diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwono III yang loyal kepada pemerintah Gubernur Jenderal Inggris.

Hal pemimpin lainnya adalah Inggris mengangkat Pangeran Notokusumo sebagai pemimpin kepangeranan yang merdeka bernama Kadipaten Pakualaman dan dia bergelar Adipati Pakualaman I.

Penemuan Borobudur

Candi Budha terbesar di dunia ini memiliki ukuran panjang 121,66 meter, lebar 121,38 meter, dan tinggi 35,40 meter, dan terdiri dari 9 teras berundak dengan sebuah stupa induk di puncaknya. Candi Borobudur juga menyimpan 2672 panel relief dan 504 arca Budha.

Menurut informasi dari situs Balai Konservasi Borobudur, yang mengutip teori dari sejarawan J.G. de Casparis, candi Borobudur diduga didirikan oleh Raja Samaratungga yang memerintah pada periode 782 – 812 Masehi di masa Dinasti Syailendra. Arsitek utama atau Stapathi yang merancang candi agung itu adalah Gunadarma.

Pada tahun 1814 wali negara atau Letnan Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles memerintahkan seorang arkeolog Belanda yang bernama Cornelius dengan dibantu oleh warga lokal dan Kapitan Tan Jing Sing, melakukan proses restorasi awal pada reruntuhan situs candi Budha terbesar itu.

Pendokumentasian berupa gambar bangunan dan relief candi dilakukan oleh Wilsen selama 4 tahun sejak tahun 1849, sedangkan dokumen foto dibuat pada tahun 1873 oleh Van Kinsbergen. Ada versi lain yang menyatakan bahwa fotografer pertama candi Borobudur adalah seorang fotografer berkebangsaan Eropa yang bernama Schaefer.

Adapun proses restorasi candi sampai menjadi bentuk yang saat ini kita kenal dilakukan secara serius di masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda dengan dipimpin oleh Van Erp. Sedangkan proyek lanjutan restorasi candi di masa pasca kemerdekaan dipimpin oleh Bapak Soekmono atas perintah langsung dari Ir Soekarno selaku Presiden RI.

Penemuan Rafflesia arnoldii

Bunga Rafflesia arnoldii, yang juga dikenal sebagai Padma raksasa, pertama kali ditemukan pada tahun 1818 oleh Dr. Joseph Arnold dan Sir Thomas Stamford Raffles di hutan tropis Sumatra.

Bunga ini ditemukan di Pulo Lebar, sebuah tempat yang dapat dicapai dengan ekspedisi dalam waktu dua hari perjalanan menyusuri Sungai Manna. Saat ini, Pulo Lebar merupakan desa di kecamatan Pino Raya, Bengkulu.

Bunga Rafflesia arnoldii ditemukan oleh seorang pemandu yang bekerja pada Dr. Joseph Arnold, yang sedang mengikuti ekspedisi Thomas Stanford Raffles.

Bunga ini diberi nama Rafflesia arnoldii untuk menghormati kedua penemunya, dengan R.Br. merupakan singkatan dari Robert Brown, yang menamakan jenis baru tersebut pada tahun 1820.

Bunga Rafflesia arnoldii adalah bunga merah marun dengan pola putih di tengahnya, dengan diameter yang dapat mencapai satu meter atau lebih.

Rafflesia arnoldii termasuk genus tumbuhan yang langka, karena secara biologis bergantung pada tumbuhan inang dari jenis tetrastigma tertentu. Bunga ini juga harus didukung oleh iklim dan lingkungan tumbuhan inangnya.

Saat ini bunga Rafflesia banyak ditemukan tumbuh di kawasan hutan lindung di Provinsi Bengkulu, tepatnya di kawasan gunung, Kabupaten Kepahiang, Mukomuko, Seluma, Lebong, dan Bengkulu Selatan.

The History of Java

Sebagaimana yang saya ceritakan kemarin di museum Pos Indonesia, Raffles relatif berusia muda karena wafat pada usia belum genap 45 tahun. Akan tetapi perjalanan hidupnya telah menorehkan banyak catatan sejarah. Sebagaimana secara garis besar juga telah dibahas di awal tulisan ini, termasuk yang masih sangat terasa sampai hari ini dalam keseharian kita adalah mengemudi di sisi kiri jalan.

Tetapi di luar itu, dalam kiprahnya di Indonesia dan Singapura, ada beberapa karya atau prakarsa lain dari Raffles yang juga cukup menarik untuk disimak.

Ketika ditugaskan di Pulau Jawa, Sir Thomas Stamford Raffles mengarang sebuah buku yang menceritakan tentang keindahan tanah Jawa. Buku karangan Thomas Stamford Raffles yang menceritakan tentang keindahan tanah Jawa adalah The History of Java, yang diterbitkan pada tahun 1817.

The History of Java merupakan buku karya Raffles yang mengisahkan tentang kondisi penduduk, adat istiadat, keadaan geografi, peninggalan budaya dan situs arkeologi, sistem pertanian, perdagangan, bahasa, dan agama yang dianut masyarakat di Pulau Jawa.

Sir Thomas Stamford Raffles yang mengawali kariernya sebagai juru tulis di perusahaan Hindia Timur (British East India Company) pada 1795, rupanya memang memiliki bakat sebagai penulis yang juga senang melakukan proses riset terkait pengetahuan alam dan budaya.

Kedatangan Raffles ke Pulau Jawa pada 1811 dalam rangka penugasan sebagai Letnan Gubernur Jawa, yang bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal Inggris di India, Lord Minto, rupanya menjadi berkah baginya. Raffles langsung jatuh cinta dengan Jawa yang menurutnya dipenuhi eksotika lintas jaman dan dimensi.

Selain menulis The History of Java, Raffles juga menggagas berdirinya Kebun Raya Bogor, mendirikan kebun raya dan kebun binatang di Singapura, mendirikan Museum Etnografi Batavia, dan turut menemukan berbagai warisan budaya Jawa yang sampai hari ini masih kita kenal.

Semua peninggalan Raffles itu, sedikit banyak diulasnya dalam buku yang ia tulis, The History of Java.

Buku The History of Java terdiri atas dua jilid yang terdiri lagi dari 11 bab. Pada buku jilid 1 terdiri atas tujuh bab isi dengan total 479 halaman. Sedangkan pada jilid 2 ada empat bab yang termuat dalam 291 halaman.

The History of Java dilengkapi dengan banyak halaman bergambar dan dicetak ulang selama beberapa kali sejak diterbitkan pertama kali pada 1817.

Demikianlah sekelumit hasil memulung ilmu yang saya dapatkan dari perjalanan wisata edu Seluas Tanah Merah yang amat berkesan. Edisi Raffles ini tentu hanya salah satu topik saja dari serangkaian topik yang kemarin kami nikmati saat berjalan menelusuri lorong-lorong pamer museum Pos, museum Geologi, dan juga diskusi seru di bangku warung Mie Yamin legendaris Gagak usulan Kang Dr Andry Dachlan sang pakar health tourism Indonesia yang kemarin juga berkenan menyertai perjalanan kami.

Besar harapan, sebagaimana diskusi penutup kami di warung kopi Gesha di kawasan museum Gedung Sate, perjalanan eduwisata ini akan melahirkan gairah eksplorasi sejarah dan budaya, yang pada gilirannya akan diikuti oleh proses penambangan nilai sebagaimana proses pengetahuan terhadap karakter mineral telah berhasil diikuti oleh proses penambangan dan pengolahan sebagaimana yang kemarin juga kami pelajari di museum Geologi. πŸ™πŸΎπŸ‡²πŸ‡¨

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts