Tauhid Nur Azhar

Beleid AI dari Lurah Karang Tumaritis

Pada suatu sore yang cerah, di halaman sebuah rumah berdinding ghedeg yang asri, bertahtalah Kyai Lurah Karang Tumaritis dengan pose berselonjor santai di atas lincak bambu.

Dikelilingi “ring satu” nya yang masih berlepotan lumpur sawah yang mungkin saja telah bersenyawa sempurna dengan teletong, mengingat karakter aroma yang menguar dari tubuh-tubuh mereka.

Ring satu lurah Badranaya terdiri dari Dawala alias Udel alias Prabu Kantong Bolong, atau yang sebelumnya dikenal sebagai Raden Bambang Pecruk Panyukilan, yang merupakan musuh abadi Raden Bambang Sukodadi yang kini asyik bersandar di batang pohon lamtoro dekat licak Pak Lurah Ismoyo.

Sukodadi kini lebih dikenal sebagai Demang Nolojoyotungkluk, penguasa kademangan Karang Kadempel, alias Nala Gareng yang berhidung bulat.

Sedangkan tokoh ketiga adalah Cepot alias Bawor atau dikenal juga di area Tegal-Banyumasan sebagai Lupit. Tokoh satu ini membuat bingung petugas disdukcapil karena urutannya dalam KK (kartu keluarga) di Jawa Tengah DIY berbeda di dengan di Jabar. Di Jabar Cepot a.k.a Astrajingga adalah anak tertua, sedangkan di bagian Jawa lainnya, dia adalah si bontot.

Ketiga ring satu Lurah Badranaya penguasa Karang Tumaritis ini memang memiliki banyak nama, banyak wujud, banyak personifikasi, karena pada hakikatnya mereka adalah representasi wong cilik atau abdi pada masanya.

Seperti Lupit yang punya saudara Slenteng, atau di Sidoarjo dan sekitarnya punya anak bernama Besut dan ia sendiri dipanggil Jamblahita. Semua adalah adaptasi dari dinamika budaya lokal yang menjadikan punakawan adalah caraka. Sang pembawa pesan dalam konteks vox populi vox dei. Sementara para Bambang Tamvan ksatria manis manja yang dianggap kemayu dan narsistis, ini mungkin mengapa para Bambang di wayang orang kerap dimainkan oleh penari wanita, adalah representasi vox elite vox dei.

Konsep wahyu tumurun ini dapat dilihat pada lakon Wahyu Makutarama, salah satu lakon ternama wayang kulit yang kerap ditanggap di masa-masa suksesi kepemimpinan.

Karena ada keyakinan bahwa kekuasaan raja adalah hak prerogatif adi kodrati yang bersifat mutlak. tajal

Sebagai hipotesa tentu tak salah, polarisasi antara imannere atau imanensi dengan transedensi memerlukan proyeksi kehadiran Tuhan dalam rentang kendali kuasa yang bersifat nyata. Dan itulah raja.

Raja yang menurut Heraclitus tak luput dari dinamika nan estetika dalam quora panta rei nya yang terkemuka, yang kata guru saya Pak Pur, adalah manifestasi dari Siwa Nataraja dengan satyam-sivam-sundaram nya. Iptek yang spiritualis dan estetis. IMTAQ yang cantik dan unik serta menghasilkan suatu karaktetistik.

Dalam konteks bathiniyah, proses takhali, tahalli, dan tajalli dalam proses evolusi kebangkitan jiwa dapat terepresentasi pada dinamika sosial yang menjadi rahim bagi lahirnya budaya yang kemudian mengerami telur yang menetas sebagai seni dan kesenian. Ekspresi jiwa dan pikiran serta alam bawah sadar yang dinamis dalam berevolusi dan membutuhkan katarsis estetis dalam bingkai romantis dan kritis.

Maka punakawan tak pernah ada di kisah Mahabharata ataupun Bhagavadgita dan Bharatayudha yang ditulis Vyasa Krisna Dwipayana, atau Ramayana yang ditulis oleh Empu Walmiki, karena punakawan lahir di tanah Jawa. Dari era kerajaan Kadiri lah tokoh punakawan pertama kali muncul dalam karya sastra Gatotkacasraya, gubahan Mpu Panuluh. Era Kadiri Janggala Kahuripan pasca Empu Sindok memindahkan pusat kekuasaan Medang dari Sambhara Bhumi Budara. Tokoh rakyat dalam lakon yang mungkin saja mendahului konsep troubadour, profesi penghibur yang menggubah dan menyanyikan puisi lirik dalam bahasa Occitan Kuno selama abad pertengahan (1100–1350) di Eropa.

Lalu apakah gerangan agenda rapat kabinet Karang Tumaritis sore itu? Tak lain dan tak bukan adalah situasi gawat darurat di kadewatan yang baru saja disampaikan oleh Batara Narada siang tadi.

Ada kegemparan yang terjadi di kahyangan karena capaian kapasitas kecerdasan yang melonjak secara eksponensial sejak AI dikembangkan oleh manusia

Perpaduan sistematis oleh jejaring integrasi tak kasat mata telah melahirkan tak hanya algoritma cerdas yang merepresentasikan aktuator kecerdasan, melainkan juga melibatkan kemajuan ilmu materi, matematika, fisika, kimia, biologi, sampai sistem ekonomi baru berbasis komunikasi. Teknologi Batara Bayu, Brahma, dan Indera yang selama ini tak tersubstitusi perlahan mulai tergeser oleh AI. Tugas Batara Yama yang menentukan usia manusia, selain sudah dapat diprediksi bahkan mulai dimodulasi AI dengan mempreservasi potensi hayati hingga mengembangkan kemampuan substitusi fungsi fisiologi.

Algoritma AI yang berevolusi dan pengembangan komputer dengan konsep neuromorfik menjadikan ledakan capaian yang tak pernah diduga para dewa sebelumnya.

Generative AI dengan Large Language Model nya membuka cerita baru tentang penulisan sejarah. Artificial Super Intelligence tak lagi soal kendali otonom atau robot cerdas belaka, ASI sudah dapat merencanakan berbagai skenario dan proses konstruksi peradaban, termasuk invensi teknologi, strategi geopolitik, sampai eksploitasi energi dan kebersinambungan daya dukung lingkungan. AI mandiri akan menjadi pusat kendali cerdas yang sudah memiliki kapasitas menentukan nasib dunia dan manusia di dalamnya sebagaimana dewa. Sebagaimana Batara Guru. Ini kudeta teknologi pada sistem pontifis dengan kuasa transendental yang super sakral.

Udel acuh tak acuh, sementara Bawor sibuk memainkan aplikasi Wonder AI untuk membuat animasi ala Pixar dari sosok Bapaknya, sang Lurah Badranaya. Sementara Gareng mantuk-mantuk ngantuk dan tak sadar jika Pak Lurah sedang suntuk.

Akhirnya Udel angkat bicara, “Beh, bagi kita yang tergolong manusia kelas kawula, peningkatan posisi tawar terhadap takdir bukannya privilege yang kita ga pernah punya Beh?” Ujarnya sambil mengangkat cangkir kaleng corak blonteng ijo.

Pak Lurah tersenggak.. “Ape maksud lu Truk? ” semburnya deras, disertai dengan ampas kopi yang ikut muncrat.

“Truk Fuso kale… ” timpal Gareng di sela kantuknya.. “Nundutan aing Teh… ” Lalu ia kembali ke alam setengah sadarnya.

“Gini Beh, bukankah AI membuat kita, manusia jelata nyaris tak berdaya ini, tetiba punya kekuatan super untuk mewujudkan imajinasi dan kemampuan berkreasi kita lewat AI? Lihat tuh si Bawor, dia bisa bikin gambar Babeh jadi Sinterklas ala Disney, atau si Gareng bisa bikin pidato buat HUT Kademangan Karang Dempel, keren kan?”

Demikian sambung Udel alias Dawala, alias Belgeduwelbeh. “Jadi itu bukan masalah kita Beh… Itu masalah Dewa yang kehilangan otoritasnya.” Pungkas Udel.

Semar mules. Dan tak lama kemudian gas beracun sakti andalan Batara Ismaya merebak ke seantero Karang Tumaritis. Bawor alias Bagong yang tengah asyik masyuk dengan iPhone 15 nya sontak klenger. Gareng yang sedari tadi sudah setengah tidur langsung semaput. Udel yang sempat menutup mulut dan hidungnya sesak nafas akut.

“Ngawur kalian…” Bentak Semar, Sang Lurah Badranaya. “Jika Dewa kehilangan wibawa, tak punya kuasa, dan jadi setara dengan manusia, maka orang akan bingung akan menyembah siapa? ” Dengus Semar. Dawala hanya mencelos, “lalu salahnya apa? Berarti memang nilai spiritual perlu direvitalisasi kali Beh!”

Semar muram. Jongring Salaka duka. Ternyata AI lebih mengerikan dari Wisanggeni dan Antareja. Dua satria Pandawa yang juga hanya ada di khazanah wayang Jawa.

Wisanggeni adalah putra Raden Arjuna dari seorang bidadari bernama Batari Dresanala, putri Batara Brama dan Dewi Saraswati.

Wisanggeni merupakan tokoh istimewa dalam pewayangan Nusantara. Ia sakti mandraguna, pemberani, tegas dalam bersikap, serta memiliki kewaskitaan yang luar biasa. Maka ia jadi berbahaya, karena ia adalah demigod, manusia setengah dewa.

Sedangkan Antareja adalah anak Werkudoro alias Bima, anak kedua Pandawa. Sakti mandraguna dan tak terkalahkan. Kesaktiannya unik, jejak kaki siapapun yang dijilatnya akan mengakibatkan si pembuat jejak tewas.

Antareja menjadi raja di negara Jangkarbumi bergelar Prabu Nagabaginda. Ia wafat menjelang perang Bharatayuddha atas perintah Batara Kresna dengan cara menjilat telapak kakinya sendiri sebagai tabuk tawur (tumbal atau korban untuk kemenangan) Pandawa di Bharatayudha.

Sebagaimana Wisanggeni, Antareja juga diwafatkan pujangga, karena akan menghadirkan ketidakselarasan dalam perang Kurusetra.

Para dewa di Jonggring Salaka yang baru bernafas lega seusai masalah Wisanggeni dan Antareja, kini dipusingkan oleh generative AI yang antara lain dibesut oleh Raden Sam Altman, anak Chicago yang pernah nyantrik di padepokan Stanford.

Apakah AI akan menjadi dewa baru yang akan menggerogoti kendali kuasa tahta suci Jonggring Salaka?

Semar sebenarnya ingin menyampaikan pada ring satunya, bahwa perubahan adalah keniscayaan dan pergeseran kewenangan bukan pula kemustahilan.

Pencarian akan bermuara pada penemuan ujung sungai penelitian, tapi yang sekaligus juga menghantarkan pada pertemuan dengan Samudera pengetahuan dengan bermilyar kulah pertanyaan.

AI bukan dewa, bukan pula Sang Pencipta. AI adalah IA yang kita cipta sebagai ekstensi kapasitas yang diaugmentasi dengan catudaya cerdas agar dapat kita jadikan sebagai amaliah baru dengan eskalasi intensitas menjangkau wilayah yang dulu masuk kategori terbatas.

AI adalah evolusi manusia, demikian pikir Semar Sang Lurah Badranaya. Maka sebagai pamong, atau pandu pengasuh sudah sewajarnya Semar menerima AI sebagai bagian tak terpisah dari evolusi esoterik yang akan selalu menempatkan hubungan manusia dengan pencipta-Nya dalam sebentuk relasi personal yang unik. Juga relasi universal di tingkat global yang bersifat memelihara dan mencegah reaksi kataklismik sebagai respon deterministik dari mekanisme katabolik yang terpantik. πŸ™πŸΎπŸ‡²πŸ‡¨

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts