Tauhid Nur Azhar

BAMBANG

Bambang Iman Santoso, pria paruh baya asal Jakarta ini menghela nafas panjang. Kedua bola matanya berkaca-kaca, seiring dengan lintasan memori yang tengah diunggahnya dalam proses kontemplasi malam ini.

Di bawah siraman lembut sinar rembulan yang sebagian fotonnya terpantul di bulir-bulir pasir halus yang terhampar, Bambang mengalihkan pandang ke wajah Diah Katarina, wanita yang telah mendampinginya puluhan tahun dengan segenap kesabaran dan kejembaran hati yang bak lubuk sungai dengan kedalaman tak bertepi.

Wajah lelah itu dihiasi senyum sumringah yang mewartakan isi hati yang bungah. Dengkur halus dan gerak-gerik bawah sadar membuat kain yang diselimutkan Bambang agak tersingkap.

Bambang sigap membenahinya kembali sembari menatap ke langit Muzdalifah yang dipenuhi berjuta bintang yang rasanya berkerlip sedemikian cemerlang.

Di sisi Diah, Krisna, anak lelaki mereka yang telah beranjak dewasa juga pulas dalam kedamaian yang membilas berbagai rasa capai dengan indahnya rasa syukur di saat impian dapat tergapai dan cita terpendam dapat tercapai.

Bambang, Diah, dan Krisna mungkin hanya setitik manusia pendamba, dari jutaan manusia pencari cinta yang menelusuri kembali kisah romansa keluarga kecil Ibrahim Alaihissalam yang pernah berada di gurun yang sama di waktu yang berbeda.

Usai momen Arafah yang penuh dengan tersibaknya tabir misteri hati yang selama ini terbebani dengan dogma-dogma tentang cara meraih bahagia, Bambang terguncang. Kini baginya hidup seolah memiliki spektrum yang berbeda.

Wukuf di Arafah yang sebagaimana hadist Nabi SAW, Haji itu (wukuf) di Arafah (HR Tirmidzi, Ahmad, dan Abu Dawud), dan merupakan suatu momen singkat di antara waktu tergelincirnya matahari (waktu Dzuhur) hingga terbenamnya matahari (waktu Maghrib), adalah suatu peristiwa kairos yang hadir dalam keselarasan rasa dengan segenap elemen semesta yang tunduk menghamba tiada daya pada Allah yang Maha Kuasa, telah membuat Bambang kini merasakan malam di Muzdalifah adalah serangkaian perjalanan lintas dimensi yang telah membebaskannya dari dimensi naif yang dipenuhi ilusi keinginan.

Sekali lagi Bambang lekat memandang wajah Diah sang istri tersayang, juga Krisna yang biasa mereka panggil Abang, lalu ia seolah melihat dirinya tengah menapaki sebuah jalan panjang yang terbentang dengan berlapis cahaya menanti di ujung terang.

Bambang sadar sepenuhnya bahwa selama ini perangkap yang membonsainya adalah kultus terhadap akal yang nyata-nyata terbatas. Meski amat berguna dan wajib diterima serta digunakan, tali bagi sebagian dirinya akal justru telah membutakan, atau setidaknya melalaikan proses pencarian yang tengah dilakoninya semenjak baligh.

Kata akal atau aqli sendiri, dari pendekatan linguistik berasal dari kata bahasa Arab عقل, yang mempunyai beberapa makna, di antaranya; الدية atau denda, الحكمة atau kebijakan, dan حسن التصرف atau tindakan yang baik atau tepat (rasional dan terukur).

Dalam konteks yang lebih bersifat filosofis, istilah akal memiliki beberapa definisi sebagai berikut;
Cahaya nurani, yang dengannya jiwa bisa mengetahui perkara-perkara yang penting dan fitrah.

Kerap dinisbatkan pula pada kemampuan untuk membangun aksioma-aksioma rasional dan pengetahuan-pengetahuan dasar yang ada pada setiap manusia.

Sebagian cendekiawan mendefinisikannya sebagai kesiapan bawaan yang bersifat instingtif dan kemampuan untuk menganalisa dan membuat keputusan yang tepat.

Akal merupakan bagian dari sistem neurobiologi yang ada dalam diri manusia yang memiliki sifat berubah-rubah (dinamis), bisa ada dan bisa hilang fungsinya (disfungsi).

Akal memungkinkan manusia untuk memahami, merenungkan, dan mempelajari tanda-tanda kebesaran Allah.

Berikut adalah beberapa dalil dan hadits yang menjelaskan pentingnya akal dalam Islam;

QS Al-Baqarah(2; 164) Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Ayat ini menunjukkan bahwa tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta dapat dipahami oleh mereka yang menggunakan akal untuk berpikir dan merenung.

QS. An-Nahl (16; 78) Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Ayat ini menegaskan bahwa Allah memberikan alat untuk manusia berpikir dan memahami, yaitu pendengaran, penglihatan, dan hati.

Sementara dari hadits riwayat At-Tirmidzi, dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda: Mencari ilmu itu wajib atas setiap Muslim.

Hadits ini menunjukkan pentingnya penggunaan akal untuk mencari ilmu, yang merupakan kewajiban setiap Muslim.

Hadits riwayat Ahmad, tidaklah Allah memberikan suatu karunia kepada seorang hamba yang lebih baik dan lebih luas dari akal.

Hadits ini menggarisbawahi bahwa akal adalah salah satu karunia terbaik dan paling berharga yang diberikan Allah kepada manusia.

Sedangkan Imam Al-Ghazali berpendapat demikian: akal adalah sumber ilmu dan kebijaksanaan. Dengan akal, manusia dapat memahami wahyu dan melaksanakan perintah Allah dengan benar.

Imam Al-Ghazali, dalam karya-karyanya, sering kali menekankan pentingnya akal sebagai alat untuk memahami ajaran-ajaran agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara lapis-lapis kesadaran dalam diri manusia tak sepenuhnya berada di dimensi hasrat dan nafsu yang dapat menghadirkan ketakutan dan kecemasan serta memantik terbitnya amarah dan rasa kecewa di balik selubung kesedihan yang pada akhirnya akan menutupi kerinduan yang jujur pada sesuatu yang bersifat hakiki.

Mungkin Bambang yang tengah asyik masyuk hingga tersengguk-sengguk sembari tertunduk tak tahu benar arti harafiah dari berbagai teori hidup yang tengah dijalani. Akan tetapi proses kontemplasi yang berhasil menala hati agar serasi dengan frekuensi semesta yang melantunkan tasbih rindu dengan berbagai cara, telah membawanya mengidentifikasi posisi dan kondisi diri, serta menemukan koordinat dan vektor navigasi baru yang akan diwujudkannya dalam sebuah resolusi esok hari. Esok hari di jumratul aqaba, suatu peristiwa akbar deklarasi janji setia pada integritas Tauhid untuk tidak kembali lagi tergoda oleh umpan-umpan dunia yang sama.

Tanpa disadari barangkali Bambang telah membuka tabir kejumudan dan menumbuhkan kesadaran dan kecerdasan irfani, yang di kalangan para sufi digunakan untuk menunjukkan jenis pengetahuan tertinggi yang dihadirkan dalam qalbu dengan cara kasyf dan ilham yang penuh dengan misteri.

Pendekatan irfani merupakan sebuah pendekatan yang dikembangkan oleh kaum alim nan arif untuk mengeluarkan makna bathin dari bathin lafz dan ibarah. Pendekatan pemahaman yang bertumpu pada instrumen pengalaman bathin, dhawq, qalb, wijdan, basirah, dan iktishafi.

Tanpa disadari barangkali Bambang telah membuka tabir kejumudan dan menumbuhkan kesadaran dan kecerdasan irfani, yang di kalangan para sufi digunakan untuk menunjukkan jenis pengetahuan tertinggi yang dihadirkan dalam qalbu dengan cara kasyf dan ilham yang penuh dengan misteri.

Pendekatan irfani merupakan sebuah pendekatan yang dikembangkan oleh kaum alim nan arif untuk mengeluarkan makna bathin dari bathin lafz dan ibarah. Pendekatan pemahaman yang bertumpu pada instrumen pengalaman bathin, dhawq, qalb, wijdan, basirah, dan iktishafi.

Pendekatan kecerdasan yang melibatkan pengetahuan akan jejaring konektivitas lintas dimensi yang tak kasat mata, yang menafikan keberadaan ruang dan waktu sebagai hendaya yang “menjauhkan”. Merambah dimensi ke-5 dalam konteks metadimensi yang bersifat multidimensi.

Meta dimensi adalah dimensi ke-5 teoretis yang diyakini memediasi keterikatan antar partikel kuantum.

Maher Abdelsamie menyatakan bahwa partikel-partikel terikat dan terhubung melalui Meta dimensi, sehingga memungkinkan pertukaran informasi real time di antara mereka.

Relasi dan interaksi ini bebas dari mekanisme separasi partikel berdasar teori materi yang kita yakini saat ini, dan berlaku serta dapat diamati sebagai bagian dari fakta yang terobservasi di ruang tiga dimensi konvensional.

Perspektif dimensi yang lebih tinggi ini memungkinkan eksplorasi fenomena yang tidak dapat dipahami sepenuhnya dalam batasan ruang waktu empat dimensi. Partikel Higgs Bosson nya Peter Higgs yang semenjak fenomena awal semesta yang ditandai dengan Big Bang sampai hari ini, terlibat dalam setiap proses pembentukan materi dan terisinya ruang yang menghadirkan konsep semesta 3 atau 4 dimensi dengan waktu.

Meta dimensi memberikan kerangka baru untuk mengkaji jiwa dan konsep-konsep tentabf kesadaran dan berbagai mekanisme supranatural yang secara faktual tidak dapat dilakukan di ruang semesta konvensional.

Definisi baru tentang keberadaan elemen perekat meta dimensi ini memungkinkan eksplorasi kesadaran dan identitas dari perspektif multidimensi.

Hal ini sejalan dengan teori atau hipotesa tentang cara kerja otak manusia yang digagas oleh duo Penrose-Hameroff.

Dimana menurut kedua cendekiawan berbeda bangsa dan latar belakang pendidikan itu, terdapat beberapa struktur protein unik di dalam sel otak, yang disebut mikrotubulus, dan diketahui selama ini berperan sebagai pengatur bentuk dan fungsi sel, berpotensi untuk menjadi efektor komunikasi kuantum di jaringan syaraf.

Hameroff dan Penrose merumuskan hipotesis bahwa protein ini mungkin merupakan analog biologis dari elemen komputasi kuantum.

Mereka berpendapat bahwa mikrotubulus memungkinkan neuron dan otak berfungsi secara paralel dalam waktu real time, sejalan dengan pendekatan entanglement, dan melakukan operasi seperti prinsip yang dikembangkan dalam proses komputasi kuantum.

Hameroff dan Penrose berpendapat bahwa atom dan partikel subatom di otak manusia bekerja sama, menerima dan mengirimkan informasi tidak hanya melalui jalur dan mekanisme biokimia, melainkan juga melalui keterikatan non lokal alias quantum entanglement.

Perubahan mikrotubulus di satu sel otak secara spontan akan mempengaruhi mikrotubulus di sel otak lainnya. Sederhananya kira-kira demikian. Maka bayangkan jika mekanisme entanglement itu juga berkelindan dengan meta dimensi atau dimensi ke-5?

Sama seperti partikel kuantum lainnya yang berada dalam jejaring meta dimensi, data otak manusia juga mungkin terkait dan berada di dimensi semesta yang paralel bukan?

Konsep lapis kesadaran dan sedikit penjelajahan tentang meta dimensi di atas, mungkin sejalan dengan pemikiran Abu Abdullah bin Ali ibn Al Hasan bin Basyar Al Hakim Al Tirmidzi yang lebih dikenal sebagai Al Hakim Al Tirmidzi , seorang sufi abad ke 3 Hijriyah atau abad ke 9 Masehi, yang mengemukakan hal ihwal Maqaamat Al Qalb ( tingkatan spiritual/ qalbu) yang terdiri dari Shadr – Qalb – Fu’ad – Lubb

Sebagaimana termaktub dalam karyanya yang bertajuk, Bayaan al Farq baina al Shadr wa al Qalb wa al Fu’ad wa al Lubb, di mana lapis-lapis kecerdasan itu amat bergantung pada penjelajahan lintas dimensi yang diawali pada dimensi inderawi yang tentu saja amat dipengaruhi oleh konsep-konsep dan hukum serta ketetapan berdasar materi.

Mulai dari kesadaran yang berbasis pengetahuan atau akal, sampai dengan konsep makrifat dan proses musyahaddah di tingkat fuad, dan integrasi ke Tauhidan di level lubb yang kerap menjadi misteri bagi para pencari sejati.

Bambang tertegun, lamat-lamat terdengar adzan Subuh yang dilantunkan seseorang di tengah padang dengan irama mendayu-dayu dan gelombang suaranya sayup sampai karena berpadu dengan angin gurun dan kabut debu beledu.

Perlahan dengan sangat lembut ia guncang mesra bahu Diah Natarina sang istri tercinta, “Ma, Subuh…”. Di sudut matanya tampak Krisna telah terjaga dengan wajah polos yang masih dipenuhi tanda tanya.

Pagi itu mereka semua akan kembali memasuki Mina, memasuki dunia realita yang dihadapkan dengan berlapis fakta yang tak mudah untuk dicerna…. 🙏🏾

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts