Tauhid Nur Azhar

GovTech Indonesia, Menuju Fase Layanan Publik yang Didamba Warga Bangsa

Sudah semenjak beberapa waktu terdahulu, kita semua berharap bahwa sejalan dengan kemajuan teknologi, khususnya digital di sektor telekomunikasi dan informasi, akan terjadi proses transformasi layanan publik dan peningkatan kapasitas manajemen birokrasi penyelenggaraan negara.

Tentu kita sebagai warga negara amat mendambakan pelayanan publik yang efektif dan efisien (sangkil dan mangkus) dengan ciri cepat, tepat, dan bermanfaat, dengan karakter cerdas, bernas, dan ikhlas.

Sistem pelayanan publik yang objektif berdasar data yang valid, berakurasi tinggi, efisien dalam konsumsi waktu dan energi, dapat diakses dengan mudah, dan mengakomodir berbagai jenis layanan dasar yang sudah menjadi kebutuhan primer dalam kegiatan kemasyarakatan.

Contoh kongkret adalah dalam konteks perizinan, jaminan kesehatan, juga akses pendidikan, serta berbagai kemudahan dalam pengurusan dokumen yang dibutuhkan, termasuk kemudahan berusaha, jaminan sosial, serta hal-hal krusial lainnya.

Di sisi lain, dari aspek penyelenggara negara, tentulah sistem dan teknologi terkait data dan informasi akan memfasilitasi optimasi fungsi dan mengefektifkan berbagai proses dan mekanisme yang terlibat di dalamnya. Poin ini tak hanya terkait optimasi proses tata kelola semata, melainkan juga dengan manajemen sumber daya dan nilai kebermanfaatan proses yang pada gilirannya akan meningkatkan daya saing suatu negara.

Pada hari ini suatu peristiwa bersejarah akan tercatat di lini masa bangsa kita. Karena pada hari ini akan dilakukan peluncuran perdana jenama penyelenggara keterpaduan ekosistem layanan digital pemerintah Indonesia serta diperkenalkannya rencana integrasi portal pelayanan publik dan portal administrasi pemerintahan yang selama ini dikenal sebagai SPBE atau Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.

SPBE adalah singkatan dari Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. SPBE adalah penyelenggaraan pemerintahan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memberikan layanan kepada pengguna dalam konteks berbagai urusan terkait birokrasi pemerintahan dan pelayanan publik/masyarakat.

SPBE juga dikenal sebagai e-government atau pemerintahan elektronik.
SPBE bertujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel serta pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya. SPBE juga dapat memfasilitasi interaksi antara pemerintah dan warga, serta mengelola berbagai proses administratif.

SPBE dapat memberikan layanan kepada instansi pemerintah, aparatur sipil negara, pelaku bisnis, masyarakat, dan berbagai pihak seperti entitas organisasi dan lembaga serta individu yang perlu mengurus hal-hal terkait regulasi ataupun administrasi terkait pelayanan publik dan berbagai perizinan serta aspek legal formal dalam berbagai bidang.

Govtech Indonesia adalah “rumah” yang diharapkan dapat menghadirkan keterpaduan sistem, format, dan standar informasi, serta dapat menjadi sistem tunggal pengelolaan data hingga kita dapat memiliki Satu Data Indonesia.

Penekanan bahwa inovasi bukanlah sekedar bermuara pada aplikasi, yang pada gilirannya justru akan menimbulkan kerancuan dan tumpang tindihnya berbagai program dan sistem, patut diapresiasi.

Sebagai gambaran, dari sudut pandang psikologi pengguna, makin banyaknya aplikasi terkait layanan publik terkadang membuat masyarakat sebagai pengguna terbebani dengan harus menginstalasi aneka aplikasi ke piranti seluler ataupun komputer yang digunakan.

Pada gilirannya efektifitas dan optimasi tingkat utilisasi sistem dan aplikasi tidak dapat berjalan dengan baik. Proses digitalisasi yang diharapkan dapat meningkatkan kecepatan layanan, transparansi, objektifitas, dan akuntabilitas menjadi sulit untuk diwujudkan.

Dalam lingkup sistem pemerintahan berbasis elektronik yang saat ini sudah dijalankan, terdapat beberapa sub sistem yang sudah berjalan relatif baik.

Beberapa contoh sistem yang telah diterapkan dan dapat berjalan dengan baik, antara lain adalah Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (Srikandi), Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional – Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (SP4N-LAPOR!), dan Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Secara Elektronik (SPSE).

Dimana sub sistem terakhir (SPSE) dikonstruksi sebangun dengan penerapan e-katalog dan fungsi pelayanan LPSE.

Pada beberapa Kementerian dan Lembaga Negara, transformasi digital telah dilakukan melalui berbagai inisiatif yang inovatif dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang dapat mengakomodir berbagai fungsi yang selama ini dilaksanakan secara parsial dan tidak terintegrasi.

Kementerian Kesehatan RI dengan Digital Transformation Office/DTO nya, adalah salah satu entitas birokrasi pelayanan publik yang telah melakukan terobosan dalam membangun fondasi govtech yang efektif dan efisien dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik dan tata kelola berbagai fungsi operasi internal institusi.

Integrasi data kesehatan dalam satu platform induk Satu Sehat adalah langkah besar yang dapat menjadi milestone dalam perjalanan terencana menuju integrasi berbagai data yang selama ini dikelola secara parsial dan belum optimal.

Bahkan transformasi menyeluruh yang telah direncanakan di Kementerian Kesehatan dan termaktub dalam 6 pilar transformasi sebagai berikut;

1. Transformasi layanan primer, dari semula berfokus mengobati menjadi mencegah, dengan memperkuat aktivitas promotif preventif, memperbaiki skrining kesehatan, dan meningkatkan kapasitas layanan primer.

2. Transformasi layanan rujukan, dari semula akses layanan kesehatan yang sulit menjadi mudah

3. Transformasi sistem ketahanan kesehatan, dari semula industri kesehatan yang bergantung ke luar negeri menjadi mandiri di dalam negeri.

4. Transformasi pembiayaan kesehatan, dari semula pembiayaan yang tidak efisien menjadi transparan dan efektif, dengan menyediakan dan mengalokasikan pembiayaan kesehatan yang efektif untuk meningkatkan derajat kesehatan.

5. Transformasi SDM kesehatan, dari semula tenaga kesehatan yang kurang menjadi cukup dan merata, dengan mempercepat pemenuhan penyediaan tenaga kesehatan yang berkualitas dan profesional.

6. Transformasi teknologi kesehatan

Dimana ke 6 pilar tersebut diakomodir proses transformasinya melalui pendekatan sistematis berbasis teknologi informasi yang antara lain dapat mengefektifkan proses dan mendorong transformasi budaya kerja, selain dapat mengoptimasi potensi sumber daya, data dan informasi, serta proses evaluasi dan kendali program secara terstruktur dan sistematis.

Sebagai sebuah sistem yang bersifat koordinatif dan harus mengakomodir berbagai fungsi lintas lembaga penyelenggara negara dalam konteks layanan publik, tentu SPBE harus didasari pada dasar hukum sebagai acuan regulasi dan landasan legal formal yang mengikat.

Dasar hukum Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) adalah Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018, yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) pada 24 Desember 2018.

Selain Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018, beberapa regulasi terkait SPBE lainnya adalah:

Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional,
Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2022 tentang Arsitektur SPBE Nasional, dan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

Dengan landasan regulasi dan fondasi legal formal yang berkekuatan hukum serta bersifat mengikat maka pelaksanaan integrasi sistem dan data dari berbagai lembaga dan kementerian dalam struktur birokrasi pemerintahan dapat dilakukan secara sistematis dan terstruktur serta sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah direncanakan.

Adanya portal induk Govtech Indonesia, dan juga sistem tunggal pengelola data dan informasi serta pelayanan publik digital pemerintah, diharapkan akan dapat meningkatkan efektifitas dan impact factor layanan publik yang langsung dapat dirasakan masyarakat.

Adapun indikator dari keberhasilan penerapan SPBE secara terintegrasi lintas fungsi dan lintas institusi adalah tercapainya beberapa hal sebagai berikut:

1. Akurasi data dalam konteks layanan publik seperti efektifnya penggunaan single ID yang mengacu kepada Nomor Induk Kependudukan/NIK dengan data biometriknya yang telah direkam oleh institusi kependudukan dan catatan sipil Kemendagri RI. Contoh kongkret adalah penggunaannya dalam verifikasi layanan publik seperti di sektor kesehatan ataupun transportasi massal. Saat ini NIK dan data biometrik antara lain telah digunakan oleh PT KAI untuk memverifikasi keabsahan tiket pengguna kereta api jarak jauh hingga dapat meningkatkan akurasi proses validasi dan mengefektifkan waktu dan sumber daya dalam proses verifikasinya. Ke depan kondisi ini tentu dapat diintegrasikan dengan sistem pencegahan wabah/pandemi yang dikembangkan oleh Kemenkes sebagaimana dimasa pandemi Covid-19, juga dapat dikembangkan sebagai bagian dari sistem deteksi dini resiko potensi gangguan keamanan di ranah security.

2. Data tunggal yang meliputi identitas, status demografi, jaminan kesehatan nasional/BPJS, hal ihwal pajak dan perlintasan perbatasan (imigrasi), serta berbagai hal lain yang krusial dalam konteks efisiensi layanan publik yang berkontribusi pada peningkatan reliabilitas, validitas, dan akurasi informasi, dapat berdampak pada peningkatan kecepatan layanan publik, efisiensi proses pelayanan, dan juga alertness serta reduksi resiko terkait keamanan dalam berbagai bidang, termasuk fraud dan terorisme.

3. Data dan sistem informasi yang terintegrasi juga akan berdampak pada peningkatan kualitas perencanaan pembangunan dan pengembangan sistem birokrasi, termasuk pelayanan publik di berbagai sektor seperti perizinan, perpajakan (core tax system), kepabeanan seperti bea masuk/cukai, keimigrasian, pencatatan kependudukan, program jaminan pendidikan dan kesehatan, serta banyak aspek lainnya. Repositori dan mahadata (big data) yang tersedia dapat menjadi modal yang amat berharga untuk diolah dan dikelola oleh sistem cerdas berbasis kecerdasan artifisial untuk berbagai keperluan birokrasi pelayanan publik, antisipasi berbagai kondisi emergensi atau kedaruratan publik, serta dalam proses perencanaan pembangunan dan penganggurannya hingga bersifat objektif, rasional, dan berakuntabilitas tinggi.

4. Satu data, satu portal, dan satu standar data (format data) serta proses pengolahannya akan menghasilkan efisiensi proses birokrasi yang sebagian besarnya akan terotomasi, atau setidaknya akan memiliki rantai algoritma yang jauh lebih singkat karena efektifitas penggunaan data secara tersentralisasi dengan akses yang terdesentralisasi. Konsep ini sejalan dengan teknik Block Chain yang terdesentralisasi, dengan pemberian akses berjenjang, tetapi mengacu kepada sumber data yang tersentralisasi. Konsep ini pernah diusung oleh tim Bank Indonesia Institute sebagai back bone system untuk CBDC/ Central Bank Digital Currency.

Besar harapan bahwa jenama sistem pemerintahan berbasis elektronik Indonesia yang hari ini diluncurkan , tidak berhenti pada proses branding saja, melainkan mampu menjadi titik acuan atau landasan luncur roket perubahan yang maujud dalam revolusi digital sistem pemerintahan Indonesia.

Tentu bukan masalah adopsi teknologi semata, melainkan lebih pada pengembangan sistem dan regulasi secara sistematis yang disertai peningkatan tingkat kepatuhan pada proses implementasi, sehingga impian kita bersama tentang penyelenggaraan pemerintahan yang berakuntabilitas dan reliabilitas tinggi, objektif, transparan, dan tepat sasaran menjadi kenyataan.

Kenyataan yang maujud dalam rupa efisiennya pelayanan publik yang bersih/berintegritas (bebas korupsi dan manipulasi), cepat, tepat, dan bermanfaat serta dapat mengakomodir berbagai kebutuhan dasar publik yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia, menuju Indonesia merdeka yang sesungguhnya. πŸ™πŸΎπŸ‡²πŸ‡¨

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts