Tauhid Nur Azhar

BPTT Darman Prasetyo, Balai Yasa Pengok, dan Tongseng Pak Parno

Kemarin pagi dengan berjalan kaki menelusuri gang-gang kecil di daerah Bausasran dekat stasiun Lempuyangan, saya bergegas menuju ke Balai Yasa Pengok.

Setiba di depan BPTT Darman Prasetyo saya dicegat oleh seorang sahabat, “Pak Yai….” demikian teriaknya. Saya sangat hafal dengan panggilan itu. Kalau tidak salah hanya 4 orang yang selalu memanggil saya dengan sebutan itu. Yang pertama Uda Hendra, alumni UIN Sunan Gunung Jati yang kini berdomisili di Padang, lalu Mas Ajo bakul pecel pincuk Wonogiri yang juga sekaligus pronotocoro kondang Indonesia, lalu Kang Sendy mahasiswa MBA Telkom University.

Orang keempat adalah sahabat di KAI. Karena setting nya adalah BPTT, tentu saja yang memanggil saya pagi ini adalah orang KAI bukan?

Lalu apa itu BPTT Darman Prasetyo? Balai Pelatihan Teknik Traksi Darman Prasetyo (BPTT) adalah pusat pelatihan dan pendidikan awak sarana perkeretapian yang berlokasi di Jalan Dr. Wahidin No. 1-2 Yogyakarta.

Dinamakan Darman Prasetyo sebagai penghormatan atas kepahlawanan salah satu alumninya yang gugur pada saat menjalankan tugas di suatu peristiwa tabrakan maut yang melibatkan truk tangki pengangkut BBM di perlintasan sebidang.

Darman yang juga merupakan anak Lurah desa Jenar Wetan Purworejo adalah masinis KRL 1131 Commuter Line rute Serpong-Tanah Abang yang menabrak truk tangki BBM Pertamina yang diduga menerobos pintu perlintasan di daerah Pondok Betung pada tahun 2013.

Darman sebagai masinis dengan dibantu oleh Sofyan Hadi selaku asisten masinis dan Agus Suroto sebagai teknisi di KRL 113, melakukan tindakan heroik untuk menyelamatkan ratusan penumpang pada saat kereta akan menabrak truk tangki.

Sofyan Hadi sebagai teknisi memberi peringatan kepada para penumpang untuk segera berpindah ke bagian belakang KRL, sesaat sebelum impact terjadi. Di saat yang bersamaan Darman Prasetyo dan Agus Suroto berusaha memperlambat laju kereta agar dampak benturan yang terjadi dapat diminimalisir.

Peristiwa 9 Desember 2013 itu pada akhirnya mengakibatkan gugurnya ketiga pahlawan perkeretapian itu. Berkat jasa mereka, dan tentu saja pertolongan Allah SWT, jumlah korban dalam kecelakaan tersebut dapat diminimalisir. Sungguh suatu pengabdian yang amat patut untuk diteladani oleh segenap insan perkeretapian, dan bangsa Indonesia pada umumnya.

Untuk itu amat layak pula, jika nama ketiga awak perkeretapian yang gugur dalam peristiwa tersebut diabadikan sebagai nama balai pelatihan dan pendidikan di lingkup perkeretapian Indonesia.

BPTT atau Balai Pelatihan Teknik Traksi Yogya sendiri berdiri sejak tahun 1964. Dimana balai pelatihan ini menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang meliputi pelatihan di bidang sarana dan operasi sarana.

Proses pendidikan awak sarana perkeretapian di BPTT meliputi pembelajaran teori, kedisiplinan, praktek dengan simulator, dan magang di unit crew KA di dipo induk yang berada di daerah operasi kereta api.

Selanjutnya ASP/awak sarana perkeretapian wajib mengikuti proses sertifikasi sebagai proses legitimasi kelayakan profesi.

Sertifikasi masinis dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu Awak Sarana Perkeretaapian Tingkat Pertama, Muda, dan Madya. Masa berlaku sertifikat kecakapan tersebut adalah empat tahun, tergantung pada posisi pekerja dan jabatannya.

Masinis juga wajib mengikuti refreshing atau pendidikan lapangan (diklap) setiap dua tahun untuk menjaga kompetensi. Refreshing/diklap tersebut merupakan salah satu syarat untuk pengujian perpanjangan sertifikasi yang diselenggarakan oleh DJKA (Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub RI).

Selain refreshing, masinis juga wajib melakukan uji ulang kecakapan setiap tahun dan uji petik peraturan dan teknik setiap tiga bulan.

Usai sejenak mengobrol dan meng udar roso sambil bernostalgia di depan BPTT, saya pun melanjutkan perjalanan dengan menyusuri gang kecil di sebelah rel ke arah Balai Yasa.

Saya agak tergesa-gesa, karena pada pukul 08.00 BBWI tepat, saya harus mengajar di gedung Asana Krida Balai Yasa Jogja. Tapi meski agak terburu-buru, masih sempat juga saya sedikit bertukar senyum dan sapa dengan teman-teman di Balai Yasa yang saat itu juga akan mulai bekerja.

Lalu apa itu Balai Yasa Jogja?

Balai Yasa Jogja atau BY Pengok didirikan pada tahun 1914 oleh Nederland Indische Spoorweg Maatschappij atau Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda.

Balai yasa dulunya bernama Centraal Werkplaats, memiliki tugas pokok untuk melaksanakan overhaul lokomotif, gerbong, dan kereta.

Di tahun 1942 Balai Yasa Pengok diambil alih oleh pemerintahan Jepang. Di mana, perkeretaapian menjadi perusahaan kereta api pemerintah.

Kemudian, pemerintah Republik Indonesia berhasil mengambil alih sarana dan prasarana perkeretaapian pada 28 September 1945.

Di mana, pada 28 September 1945 juga dijadikan sebagai Hari Kereta Api Nasional. Perusahaan kereta api dinamai Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), dengan pemimpin pertamanya adalah Ir. H. Djuanda Kartawidjaja.

Nama workshop/ bengkel KA Pengok pada saat itu diubah menjadi Balai Karya. Namun, tugas utamanya masih sama.

Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada tahun 1959 nama Balai Karya diubah menjadi Balai Yasa Traksi dengan tugas pokoknya melaksanakan overhaul lokomotif saja.

Balai Yasa Pengok Yogyakarta sudah mendapat sertifikat ISO 9001:2008, yang juga bekerjasama dengan General Electric terkait proses pembuatan dan perakitan lokomotif diesel di wilayah Asia Tenggara.

Tercatat, saat ini Balai Yasa Pengok memiliki luas tanah 128.800 m2 (12.88 Ha), luas bangunan 43.700 m2 (4.37 Ha), dengan daya listrik dari PLN 1.100 KVA, daya listrik cadangan (genset) 500 KVA dan 225 KVA.

Sementara untuk daya tampung airnya mencapai 835 m3, sistem telekomunikasi TOKA 29 lines, Telkom 2 lines, dengan HT 30 unit.

Balai Yasa ini juga memiliki sistem jaringan komputer wireless (hot spot Wi-Fi didukung software sistem perawatan lokomotif kereta api (siperloka), sistem logistik kereta api (siloka), dan sistem pegawai kereta api (sipeka).

Saat ini Balai Yasa Jogjakarta yang kerap dikenal sebagai Balai Yasa Pengok karena berlokasi di daerah Pengok, tepatnya di Jl. Kusbini, bertugas menjadi tulang punggung utama dalam proses perawatan sarana traksi, khususnya lokomotif diesel elektrik (CC 201, 203, 204, dan 206).

Adapun tugas dan ruang lingkup pekerjaan yang dilakukan di Balai Yasa Jogja, antara lain adalah :

1. Merencanakan serta melaksanakan program pemeliharaan dan perbaikan lokomotif. Mulai dari pemeliharaan akhir (PA), semi pemeliharaan akhir (SPA), perbaikan atau rehabilitasi (PB/RH), dan modifikasi (MOD).

2. Menjamin kualitas hasil pemeliharaan dan perbaikan lokomotif.

3. Melakukan perbaikan kerusakan lokomotif dari Dipo, serta mempertahankan lok yang siap operasi di lintas.

4. Pemeliharaan fasilitas kerja.

5. Merencanakan, melaksanakan, sekaligus mengevaluasi dan melaporkan realisasi anggaran pemeliharaan atau perbaikan.

6. Melaksanakan hasil rekayasa teknik lokomotif.

7. Pendayagunaan sumber daya manusia dan umum.

Sebelum lokomotif diesel elektrik dibawa ke Balai Yasa Pengok/YK, akan dilakukan pemeliharaan di dipo masing-masing. Baik itu untuk harian, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan, hingga 1 tahun.

Apabila lokomotif DE telah menempuh jarak 325.000 km atau 2 tahun, maka lokomotif itu masuk Balai Yasa Pengok untuk dilakukan SPA.

Sedangkan, jika lokomotif telah menempuh jarak 650.000 km atau 4 tahun artinya lokomotif tersebut masuk Balai Yasa Pengok untuk dilakukan PA.

Sementara untuk lokomotif Diesel Hidrolik (DH), perlu dilakukan pemeliharaan terlebih dahulu di dipo masing-masing untuk harian, 500 jam, 1000 jam, 2000 jam, 4000 jam dan 8000 jam, apabila lokomotif DH sudah berdinas selama 12.000 jam, artinya okomotif tersebut masuk Balai Yasa Pengok untuk dilakukan SPA, dan apabila lokomotif sudah berdinas selama 24.000 jam maka lokomotif itu masuk Balai Yasa Pengok untuk PA.

Singkat cerita, kelas Situational Awareness untuk pengamanan daerah operasi perkeretapian yang saya ajar usai pada sekitar pukul 11.30 BBWI. Saya pun bergegas menikmati kuliner ayam bacem Mbok Sabar di dekat Pakualam yang dilanjutkan dengan mencari buku dan ngopi walik di Malioboro.

Menjelang sore, saya kembali berjalan ke arah Lempuyangan dan menyempatkan diri mampir mencicipi tongseng kepala kesayangan di tongseng Pak Parno pasar Lempuyangan yang legendaris.

Sepiring tongseng kepala yang sangat lezat segera terhidang dan sontak kepenatan akibat bertugas seharian, lumer dalam hempasan gelombang umami yang terwakili oleh empuknya daging pipi yang diguyur kuah berempah yang sungguh harus dinikmati dan disyukuri secara istiqomah.

Alhamdulillah πŸ™πŸΎπŸ™πŸΎπŸ™πŸΎ

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts