Pemerintah Dituntut Ambil Langkah Nyata Basmi Rokok Ilegal

Indonesia Legal menyoroti masifnya peredaran rokok ilegal. Hal ini bisa menyebabkan kerugian pada penerimaan pendapatan negara dari rokok. Oleh karena itu, pemerintah dituntut mengambil langkah nyata untuk membasmi peredaran rokok ilegal.

Ketua Indonesia Legal Wahyu Adi Prabowo menjabarkan merujuk data hasil survei konsumsi rokok ilegal yang dirilis Indodata Research Center pada 24 Oktober 2021, misalnya. Survei dengan jumlah 2.500 responden dan dilakukan di 13 provinsi itu, menemukan fakta bahwa sebanyak 28,12% perokok di tanah air pernah atau masih mengonsumsi rokok ilegal. Dari model penghitungan ini, Indodata mengestimasi potensi besaran penerimaan negara yang hilang akibat peredaran rokok ilegal mencapai Rp53,18 triliun.

Masih dari hasil survei Indodata, diketahui sepanjang 2021-2024 tampak tren kenaikan yang signifikan dalam konsumsi rokok ilegal. Kajian ini menunjukkan peredaran rokok ilegal terus meningkat dari 28,12% pada 2021, kemudian pada 2024 naik hingga mencapai 46%. Survei ini juga menemukan fakta bahwa kemasan rokok polos mendominasi peredaran rokok ilegal ini. Lebih jauh, menurut estimasi penghitungan Indodata dampak peredaran rokok ilegal berpotensi menyebabkan kerugian negara sebesar Rp97,81 triliun.

“Ini menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal tidak hanya masif, tetapi juga semakin terorganisir. Saat ini, setidaknya terdapat sekitar 296 merek rokok ilegal yang beredar di pasaran, ” ujar dia di Bale Merapi, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ia menjelaskan rokok Kretek, selain warisan budaya bangsa, juga merupakan industri nasional yang memiliki kontribusi sangat besar bagi penerimaan negara. Sebagai contoh, pada 2023 pendapatan negara dari industri rokok mencapai Rp213 triliun; sedang 2024 sebesar Rp216,9 triliun. Pendapatan ini berasal dari cukai, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Daerah atau Pajak Rokok, serta Pajak Penghasilan (PPh) dari buruh rokok dan perusahaan rokok. Pendapatan tersebut seharusnya bisa lebih besar jika tidak terjadi kebocoran akibat maraknya peredaran
rokok ilegal.

“Gempur Rokok Ilegal, sebagai program kerja Kemenkeu Dirjen Bea Cukai, sudah jelas terbukti gagal total. Pasalnya, dari tahun ke tahun, tren rokok ilegal di pasar jumlahnya bukannya semakin turun melainkan sebaliknya justru tampak semakin meningkat pesat dan masif, ” ungkap dia.

Ia menyebutkan faktor utama maraknya rokok ilegal adalah ketidaktegasan pemerintah. Hingga saat ini, upaya pemberantasan rokok ilegal hanya sebatas penyitaan dan pemusnahan, sementara aktor utama atau bos-bos rokok ilegal dibiarkan berkeliaran bebas. Akibatnya, rantai pasokan rokok ilegal tetap berjalan tanpa hambatan, dan potensi kebocoran penerimaan dari cukai dan pajak rokok terus terjadi.

Tidak bisa dipungkiri, ada kemungkinan adanya kongkalikong antara cukong rokok ilegal dengan oknum aparat negara. “Bagaimana mungkin peredaran rokok ilegal begitu terang-terangan, bahkan sampai ke pelosok desa, tetapi tidak ada satupun bos rokok ilegal yang pernah ditangkap dan dijatuhi hukuman berat?, ” ujar dia.

Ia menilai juka pemerintah serius, tentu bukan hal sulit untuk memborgol para bos rokok ilegal. Dengan koordinasi antara intelijen negara, PPATK, Bea Cukai, dan Kepolisian, para cukong ini bisa dengan mudah dilacak dan ditangkap. Satu saja bos rokok ilegal dipenjara dengan hukuman berat, maka yang lain akan berpikir ulang untuk menjalankan bisnis haram ini. Padahal negara sebenarnya telah memberikan insentif tersendiri bagi upaya penegakan hukum di bidang cukai. Merujuk Pasal 11 Ayat (1) Huruf (b), Permenkeu Nomor 72 Tahun 2024 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, disebutkan bahwa untuk bidang penegakan hukum dialokasikan sebesar 10% dari DBH-CHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).

“Bayangkan, 10% dari DBH-CHT, jika pada 2023 mencapai Rp213 triliun dan pada 2024 Rp216,9 triliun, nilainya tentu tak kecil. Besaran dana yang sangat fantastis ini secara mandatori diperuntukan bagi pemberantasan barang kena cukai ilegal dan aktivitas pengawasan kepemilikan mesin pelinting sigaret di luar pelaku industri. Tapi, mana bukti kinerja dan keseriusan upaya penegakan hukum?, ” ungkap dia.

Pemerintah dan aparat penegak hukum diharapkan segera mengambil tindakan konkret dalam memberantas rokok ilegal. Ada beberapa langkah yang bisa diambil yakni menangkap dan mempidanakan bos-bos rokok ilegal. Jangan hanya menyita dan memusnahkan rokok ilegal, tetapi tangkap aktor utamanya dan beri hukuman seberat-beratnya.

Mendesak Polri untuk segera membentuk Satgas Pemidanaan Rokok Ilegal. Satgas ini harus bertugas khusus untuk menangkap dan menindak para produsen serta distributor rokok ilegal, bukan sekadar melakukan sweeping barang bukti. “Presiden Prabowo Subianto harus turun tangan melindungi petani tembakau yang dirugikan oleh industri rokok ilegal. Peredaran rokok ilegal yang menyebabkan penurunan permintaan tembakau legal, yang berdampak langsung pada kesejahteraan petani tembakau,” ujar dia.

Kemudian, pencuri devisa dari rokok ilegal harus dihukum seberat-beratnya. Rokok ilegal tidak hanya merugikan negara dalam bentuk pajak yang hilang, tetapi juga menguras devisa nasional. Para pelaku harus dikenakan pasal-pasal pidana ekonomi dengan hukuman berat.

Ia menyebutkan peredaran rokok ilegal bukan hanya merugikan negara, tetapi juga merugikan rakyat secara langsung. Dengan potensi kebocoran devisa puluhan triliun per tahun, banyak pembangunan untuk bangsa yang terhambat misalnya untuk pembangunan sekolah. Perekonomian pun akan semakin timpang.

Tidak hanya itu, buruh rokok juga menjadi korban dari bisnis haram ini. Rokok ilegal sering kali diproduksi di pabrik-pabrik yang tidak mematuhi aturan ketenagakerjaan. Para buruh tidak mendapatkan BPJS Ketenagakerjaan, THR, kenaikan upah, serta hak berserikat dan berkumpul. “Dengan kata lain, bos-bos rokok ilegal telah menerapkan perbudakan modern. Ini adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak boleh dibiarkan, ” ungkap dia.

Ia mengatakan untuk menuntaskan peredaran rokok ilegal, pemerintah harus melakukan langkah-langkah strategis misalnya membentuk Satgas Pemidanaan Rokok Ilegal. Belajar dari kasus impor ilegal tekstil dan produk tekstil (TPT) yang membangkrutkan puluhan pabrik tekstil dan merumahkan ratusan ribu pekerja, maka pada sektor IHT (industri hasil tembakau) juga harus segera dibentuk Satgas Pemidanaan Rokok Ilegal untuk melakukan penindakan hukum dan mengakhiri gelombang tsunami rokok ilegal. Tugas dan fungsi satgas ini dengan begitu harus naik dari posisi sebelumnya yaitu Satuan Tugas Barang Kena Cukai Ilegal (Satgas BKC Ilegal).

Memberikan akses kemudahan bagi industri rokok rumahan untuk mendapatkan cukai secara legal. Dengan demikian mereka bisa beroperasi secara sah tanpa harus masuk ke pasar ilegal. Menjaga stabilitas harga cukai dengan kebijakan moratorium tarif cukai supaya tidak terjadi lonjakan harga rokok yang mendorong perokok beralih konsumsi ke rokok ilegal.

Mempercepat agenda kebijakan ekstensifikasi objek kena cukai, yaitu tidak sebatas etil alkohol atau etanol, minuman mengandung etil atau alkohol (MMEA), dan produk hasil tembakau, melalui revisi UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Perkuat kerja sama antara pemerintah pusat, daerah, dan aparat hukum dalam memberantas rokok ilegal.

Kamu suka? Yuk bagikan tulisan ini.

Similar Posts